Selasa, 28 April 2020

PUPR BIARKAN SUNGAI JADI TEMPAT SAMPAH POPOK?

SUNGAI KITA SEDANG TIDAK BAIK BAIK SAJA (Bukan Popok Asli) . Seorang direktur di KLHK mencurigai jika popok-popok yang kami evakuasi bukanlah popok asli, "kata Walikota popok-popok yang dibersihkan bukan popok asli" ungkap direktur di KLHK yang bertemu dengan salah seorang anggota Brigade Evakuasi Popok. "Sering kali aparat negara tidak percaya dengan realitas yang diangkat oleh komunitas-komunitas lingkungan. Selain kasus popok. Kita masih ingat dengan kasus tiga telur di Tropodo Krian yang mengandung dioksin, pemerintah kebakaran jenggot dan malah melakukan Aksi lucu dengan kampanye makan telur yang ingin membuktikkan bahwa telur di Jawa Timur aman dari dioksin. "pesan yang ingin kami sampaikan adalah ADA YANG TIDAK BERES DILINGKUNGAN KITA, MOHON DIPERHATIKAN. Seharusnya segera di bertanya WHY.  Kembali Ke popok. realitanya atau substansinya ada pencemaran sampah popok di sungai kita, seharusnya pemerintah mengurus sungai agar tidak menjadi tempat pembuangan popok. Nyatanya hingga 3 tahun ini perlombaan buang sampah popok masih marak terjadi di sungai-sungai kita, upaya yang dilakukan cenderung seremonial dan sesaat.
Menteri PUPR masih gagap mengurus kebersihan Sungai, Kementerian PUPR harusnya tidak getol membangun infrastuktur saja tetapi harus bisa memelihara dan menjaga media sungai agar tidak menjadi tempat sampah. Sungai-sungai di Jawa dibiarkan menjadi tempat pembuangan sampah, sementara PUPR tidak mampu menjalankan amanat memelihara kelestarian sungai. Ribuan rumah dan bangunan milik pabrik-pabrik dibiarkan berdiri di bantaran sungai, kawasan yang seharusnya menjadi daerah lindung. Banyaknya sampah popok yang hanyut di sungai disebabkan oleh gagalnya pengelola sungai. Tidak ada mekanisme pengawasan, tidak ada mekanisme pengendalian dan terkesan lamban dalam penanganan. Beragam pelanggaran pemanfaatan bantaran banyak terjadi di DAS Brantas, diantaranya pertama, dimanfaatkannya Bantaran sebagai lokasi timbunan limbah B3 di Mojokerto, kedua, perusakan tanggul sungai dan ribuan bangunan rumah dan bangunan industri yang terus tumbuh dan muncul di Bantaran Kali Surabaya, sejak 2001 banyak komunitas pemerhati bantaran mengusulkan agar pengelolaan bantaran bekerjasama dengan pemerintah desa dalam pengawasan pemanfaatan bantaran. Keberadaan sampah popok menjadi indikator tidak seriusnya Pemerintah mengelola sungai. di Jawa Timur pengelolaan Kali Brantas dan Kali Surabaya dilakukan bersama-sama antara Kementerian PUPR (karena kementerian ini menetapkan Brantas sebagai Sungai Strategis Nasional), Kementerian Lingkungan Hidup (karena menteri ini bertugas mengendalikan pencemaran dan pemeliharaan air sungai) kalo ada yang bertanya kok harus KLHK? iya karena Sungai Brantas dimasukkan dalam kategori sungai Strategis nasional dalam praktiknya KLHK bisa bekerjasama dengan Propinsi Jawa Timur. Selain kedua menteri ada Gubernur Jatim sebagai pemangku wilayah bersama walikota/bupati yang dilewati sungai Brantas?. Lha kok ada walikota dan bupati? iya karena merekalah yang mengeluarkan ijin pembuangan limbah cair di kota/kabupaten yang dilewati brantas.Gubernur berperan sebagai koordinator. Pemerintah seharusnya membuat pengawasn rutin dan memberikan sanksi kepada pelanggaran yang terjadi. Ada juga Perum Jasa Tirta I di Malang sebagai BUMN yang berperan sebagai operator. Kalo diibaratkan Angkutan Umum (bemo) milik pribadi maka Bemo Kali Brantas adalah milik pak Pur (PUPR), Sopirnya bernama Tirta (Jasa Tirta), Kernetnya Mas Nur (Gubernur Jatim), karena pak Pur punya banyak Bemo maka dia memiliki Kepala Bengkel yang bernama Li (KLHK). Kalo terjadi kerusakan di Kali Brantas maka sopirlah yang harus melaporkan kepada Pak Pur untuk segera diambil tindakan Bemo terus jalan atau harus dirawat dibengkel pak Li. Dengan membajirnya sampah popok di Kali Brantas seharusnya sudah ada kondisi darurat kali brantas mengingat sungai ini digunakan sebagai bahan baku air minum bagi jutaan orang di Jawa Timur.


Urun Rembug
Terkait problem sampah popok di Kali Brantas
Pertama,  PUPR bekerjasama dengan Walikota/bupati di wilayah Brantas untuk membuat dan menyediakan dropping point popok (Droppo),  Sampah popok dikategorikan sampah residu maka harus ditempatkan pada wadah sampah khusus dan tidak bercampur dengan sampah lainnya (sampah B3, Sampah Organik, Sampah daur ulang, sampah yg bisa dipakai kembali). Dengan ditempatkannya Droppo maka orang-orang akan dapat mudah membuang dan mudah pengambilannya untuk diangkut ke TPA sampah, karena sifatnya residu maka sampah popok hanya bisa ditimbun tidak bisa dimanfaatkan.
Kedua,  Tanggung Jawab Perusahaan atau (Extendeed Producen Responsibility) Tanggungjawab perusahan popok yang memproduksi produk yang menghasilkan sampah residu dalam UU pengelolaan Sampah 18/2008 ada dorongan kepada produsen yang menghasilkan produk yang sampahnya tidak bisa di olah (daur ulang) atau dimanfaatkan kembali.  Maka dengan pengalaman banyaknya sampah popok yang ada sekarang Produsen harus berfikir redesign agar tidak lebih banyak hasilkan sampah residu atau bekerja sama dengan Pemerintah untuk menyediakan tempat sampah khusus sampah popok.
Ketiga, Produsen sudah harus mulai mengurangi penggunaan popok sekali pakai, apalagi di masa PSBB ini maka sebelumnya banyak alasan ibu-ibu yang mempunyai bayi karena tidak punya banyak waktu maka mereka menggunakan popok sekali pakai, namun dengan banyaknya waktu dirumah perlu dipikirkan kembali penggunaan popok kain yang bisa digunakan berkali-kali. " ingat ibu-ibu penggunaan popok kain selain ekonomis, kita juga ikut meringankan beban bumi kita" agar kita bisa mewariskan sungai yang bebas dari sampah popok.



2 komentar:

  1. Masyarakat harus mulai ikut berkontribusi mengurangi timbulan sampah. Gunakan sampah popok seperlunya, anak-anak harus dilatih untuk bisa pipis sendiri

    BalasHapus
  2. Omgggg very importan new ini, easy to read, moga rame web nya pak...

    BalasHapus

Populer