Sungai Membutuhkan pengawasan yang melibatkan masyarakat 5 jenis jogokali atau kalijogo untuk menjaga Kelestarian sungai melalui kalijogoPolusi Industri, kalijogo sampah popok, kalijogo flora fauna, kalijogo pelanggaran pemanfaatan bantaran dan kalijogo bangunan air. Hasil-hasil pengawasan bisa dilaporkan melalui saluran yang dibuat oleh pengelola sungai (Pemkab/Pemkot, Jasa Tirta I, Pemprov, Gakkum KLHK dan BBWS PUPR) harus ditetapkan dulu satu penanggungjawab karena masyarakat akan bingung jika instansi ini saling lempar tanggungjawab. Sebelumnya masyarakat sudah siap berperan tetapi dalam pemerintah terjadi lempar tanggung jawab yang akhirnya membuat masyarakat 'waleh' atau enggan ikut berperan lagi.
KALIJOGO SAMPAH POPOK
mengawasi beragam jenis sampah terutama sampah popok (37%) dan plastik (42%)di aliran sungai seharusnya menjadi kegiatan rutin yang dilakukan oleh pengelola sungai atau operator Kali Surabaya bersama masyarakat. Terutama generasi milenial yang memiliki akses media sosial. melalui kegiatan ini diidentifikasi lokasi timbunan sampah dan dilaporkan untuk kemudian diangkut ke TPA
KALIJOGO PEMANFAATAN BANTARAN
Tepi sungai seharusnya menjadi kawasan lindung, selain berfungsi sebagai daerah rawa banjiran (menampung air hujan) bantaran juga menjadi habitat beragam jenis burung, ular. Namun saat ini ribuan bangunan rumah dan industri. Keberadaan bangunan liar ini mengurangi daya tampung air sungai. Untuk mengendalikan bangunan liar ini harus ada pemberian sanksi dan pemasangan papan pengumuman bahwa tindakan membangun rumah dibantaran adalah perbuatan melawan hukum
KALIJOGO FLORA FAUNA SUNGAI
di Bantaran terdapat beragam jenis tanaman berkhasiat obat, lebih dari 300 spesies bisa dimanfaatkan untuk obat. Selain itu masih banyak tanaman langka sepeti salam, gempol, iprik dan lainnya yang harus dilindungi. Di beberapa lokasi bantaran masih bisa dijumpai ular phyton, biawak, garangan dan beragam jenis katak. Sebagai kawasan lindung seharusnya kondisi alami ini dijaga dan dilestarikan
KALIJOGO BANGUNAN AIR
Saat ini sedang marak pengrusakan tanggul-tanggul sungai Brantas yang dimanfaatkan untuk toko, garasi dan gudang. di beberapa kawasan banyak dijumpai kerusakan tebing sungai. Pemerintah selalu beralasan kurangnya anggaran monitoring dan kurangnya sumberdaya manusia, maka kesukarelawanan untuk terlibat menjaga sungai adalah keniscayaan. Pemerintah harus membuka diri untuk keterlibatan masyarkat. Aparatur bukanlah mandor untuk masyarakat yang mau bergotong-royong jaga sungai, harus dibangun kesetaraan karena manfaat sungai akan dirasakan generasi yang akan datang, kerusakan sungai yang kita wariskan akan memberikan kesan bahwa kita adalah generasi perusak sungai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar