Popokisme adalah faham atau kepercayaan menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan Popok, manusia penganut popokisme cenderung mengabaikan pencemaran sungai dan menunggu kerusakan yang lebih parah, sungguh mereka telah menjadi supporter kerusakan dimuka Bumi, berikut 7 fakta mewabahnya Popokisme di Sungai Brantas
Fakta
Pertama Sungai Brantas Jadi Tempat pembuangan sampah popok . 1,5 Juta/Hari sampah popok di Buang
di sungai brantas dari 750 ribu bayi rata-rata memakai 4 popok/hari. selain
popok bayi BEP juga menemukan popok orang dewasa dan popok/pembalut wanita).
Dominasi Popok Bayi (98%), Popok Dewasa (1,9%) dan sisanya pembalut wanita.
Fakta
Kedua Tidak adanya SOP penanganan Sampah popok . sampah popok yang berhasil dievakuasi BEP masih banyak
tertempel kotoran bayi (feses), padahal seharusnya sebelum dibuang
kotoran bayi ini harus dipisahkan dan dibuang kedalam septic tank, sehingga
popok bekas yang dibuang sudah bersih dari feses yang banyak mengandung bakteri
E-coli.
Fakta Ketiga Jembatan menjadi lokasi favorit Buang
Popok Jembatan di 16 Kota/Kabupaten yang
survey BEP ditemukan tumpukan/timbunan
popok . dari pantauan di 16 Kota Tumpukan popok di jembatan paling banyak
ditemui di (1. Kota Malang, 2. Kota Batu, 3. Kabupaten Gresik, 4.
Sidoarjo dan 5. Mojokerto). Di Kota Malang di Jembatan Muharto 85%
tumpukan sampah di kaki jembatan adalah Popok bayi
(60%) sisanya adalah bangkai ayam,
plastic dan sampah organic.
Fakta keempat Tidak adanya upaya penanganan sampah
popok, sampah popok bayi mengacu pada Undang-undang
Pengelolaan sampah Nomor 18/2008 popok bayi bekas masuk dalam kategori residu
sampah sehingga tidak bisa didaur ulang atau dimanfaatkan kembali sehingga
penanggannya harus di sanitary landfill
di Tempat Pembuangan akhir (TPA), sehingga sudah menjadi kewajiban
Pemkot/Pemkab/Pemprov Jatim dan Pemerintah pusat (KLHK/PUPR)
Fakta Kelima Tidak ada
yang Merasa berwenang untuk mengelola sampah Popok . Tidak ada Dinas Lingkungan Hidup (Pemkab dan Pemkot)
merasa “BERWENANG”untuk menangani masalah sampah popok bayi bekas yang ada di
wilayahnya dengan dalih : pertama Sungai Brantas merupakan sungai dalam
pengelolaan Propinsi Jawa Timur atau pengelolaan Pusat sehingga kewenangan
penanganan sampah popok di Brantas otomatis menjadi kewenangan Pemprov dan/atau
pemerintah Pusat (Kementerian PUPR dan Kementerian KLHK) dan Popok
yang ada di sungai bukan berasal dari wilayah kota/kabupaten yang menjadi kewenangannya namun berasal
dari wilayah yang ada di hulu sehingga Pemkot/pemkab yang ada di hulu lah yang
berkewajiban mengambili popok yang ada di sungai
Fakta Keenam Kuatnya Mitos Suleten.
Mitos bahwa masih ada hubungan antara popok bayi bekas dengan bayi, sehingga
perlakuan terhadap popok bayi bekas akan berdampak/membawa pengaruh pada
kesehatan bayi. Keyakinan yang berkembang bahwa jika popok bayi bekas dibakar
maka akan menyebabkan pantat bayi menjadi suleten atau pantat ruam-ruam bagian
vital dan pantat bayi (iritasi). Untuk menghindari suleten maka popok bayi
bekas dibuang di sungai
Fakta Ketujuh Negara Tidak Hadir dalam pengelolaan Sungai. Pengelolaan Sungai Secara umum masih belum menjadi prioritas pemerintah sehingga pengelolaannya pun Cenderung ala kadar (sak welase), Pemerintah melakukan pembiaran terhadap aktivitas/perilaku masyarakat yang merusak sungai, mencemari sungai
Kurangnya keperdulian masyarakat akan dampak membuang sampah plastik dan sampah popok dapat berakibat buruk pada diri kita sendiri karena sampah plastik lama kelamaan akan berubah menjadi mikroplastik begitupun dengan sampah popok lama kelamaan akan mengeluarkan zat yang berbahaya jika semakin banyak sampah plastik dan popok yang menumpuk di sungai maka sungai itu akan tercemar dan jangan sampai lupa sungai adalah salah satu sumber mata air yang masih kita butuhkan dan untuk makhluk hidup lainnya.
BalasHapusMaka dari itu mari tanamkan
rasa keperdulian atas lingkungan sekitar jangan sampai kita merusaknya
Mari saling menjaga dan saling mengingatkan
Ingat! Kalau bukan kita mau siapa lagi?
– nilam nofita sari