Senin, 03 November 2025

AREK GRESIK JADI FINALIS KIDSRIGHTS PENGHARGAAN PERDAMAIAN ANAK INTERNASIONAL 2025


“International Children’s Peace Prize merupakan bukti atas keberanian, tekad, dan visi para penggerak muda yang membentuk dunia yang lebih adil dan setara. Tahun ini, para finalis — Nina, Bana, dan Divyansh — telah menghadapi tantangan luar biasa, memperjuangkan keadilan lingkungan, anak-anak terdampak perang, dan aksi iklim. Karya mereka mencerminkan semangat sejati dari International Children’s Peace Prize dan menginspirasi kita semua untuk bergabung dalam perjuangan menegakkan hak-hak anak.” Ujar
Marc Dullaert, Pendiri dan Ketua KidsRights

Aeshnina (Nina) Azzahra Aqilani (17 tahun, Indonesia)Arek Wringinanom Kabupaten Gresik Masuk dalam Tiga anak muda luar biasa bersaing untuk meraih International Children’s Peace Prize 2025, penghargaan anak muda paling bergengsi di dunia dua lainnya adalah Bana Alabed (15 tahun, Suriah/Turki) dan Divyansh Agrawal (16 tahun, Amerika Serikat)

• Pada tahun ke-21 penghargaan ini, para kandidat muda tersebut diakui atas komitmen luar biasa mereka dalam memperjuangkan hak-hak anak, termasuk advokasi bagi anak-anak terdampak perang, melawan kolonialisme plastik, dan mendorong aksi iklim.

• Upacara penghargaan tahun ini akan diselenggarakan di Stockholm. Pemenangnya akan diumumkan di Balai Kota Stockholm yang ikonik—kota kelahiran Hadiah Nobel—pada Rabu, 19 November 2025. Mitra penyelenggara tahun ini adalah Global Child Forum, organisasi yang didirikan oleh Keluarga Kerajaan Swedia.

Organisasi internasional untuk hak-hak anak, KidsRights, telah mengumumkan para finalis untuk International Children’s Peace Prize (ICPP) tahunannya. Di tahun ke-21 ini, penghargaan tersebut menyoroti prestasi luar biasa para penggerak muda yang dengan berani memperjuangkan hak-hak anak di seluruh dunia.

 Dengan menerima lebih dari 200 nominasi dari 47 negara, hal ini menunjukkan prestise tinggi dari International Children’s Peace Prize dan luasnya platform global yang disediakan. Dari ratusan nominasi tersebut, tiga finalis luar biasa telah dipilih oleh panel ahli.

 Aeshnina (Nina) Azzahra Aqilani adalah seorang remaja berusia 17 tahun asal Indonesia dan seorang aktivis tangguh yang menentang “kolonialisme plastik.” Aktivismenya dimulai pada usia 12 tahun ketika ia mengungkap praktik berbahaya negara-negara Barat yang mengekspor limbah plastik ke Indonesia. Dengan berani menyuarakan kritik langsung kepada para pemimpin dunia seperti Donald Trump, advokasinya turut berkontribusi pada lahirnya European Green Deal—yang mulai tahun 2027 akan melarang ekspor limbah plastik, sebuah kemenangan bersejarah bagi keadilan lingkungan global.

Mengenal Lebih Dekat Nina


Aeshnina Azzahra Aqilani, atau Nina, adalah seorang aktivis lingkungan berusia 17 tahun dari Indonesia yang berdedikasi untuk melawan kolonialisme plastik—praktik berbahaya mengekspor limbah plastik dari negara-negara Barat ke negara-negara di Selatan Global. Upayanya menarik perhatian dunia sejak ia mulai mengadvokasi isu ini pada tahun 2019. Tergerak oleh tumpukan sampah asing yang ditemukan di dekat rumahnya, Nina menemukan bahwa limbah dari negara seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Kanada dilabeli secara palsu sebagai “kotak kertas” untuk didaur ulang. Bertekad untuk menghentikan praktik tersebut, ia menulis surat kepada para pemimpin dunia, termasuk Donald Trump, untuk menyerukan perubahan. Aktivisme awalnya turut berperan dalam membentuk European Green Deal, yang melarang ekspor limbah plastik ke luar Uni Eropa mulai tahun 2027.

Perjalanan Nina menjadikannya salah satu suara muda terdepan dalam perjuangan melawan polusi plastik. Pada tahun 2021, ia berbicara di Plastic Health Summit dan COP26 UNFCCC. Sejak itu, ia terus berpartisipasi dalam berbagai forum global penting seperti perundingan Perjanjian Plastik PBB (UN Plastic Treaty), serta bertemu dengan para pemimpin dunia seperti Angela Merkel dan Scott Morrison untuk menuntut akuntabilitas.

Di Indonesia, Nina mendirikan River Warriors pada tahun 2022, sebuah inisiatif yang berfokus pada kegiatan bersih-bersih sungai, kampanye kesadaran, dan aksi melawan kontaminasi mikroplastik di sungai-sungai Jawa Timur. Ia meluncurkan program sekolah dan membuka museum anak-anak pada tahun 2023 untuk mendidik generasi muda tentang limbah dan mikroplastik. Kisahnya juga ditampilkan dalam film dokumenter Girls for Future, yang telah menginspirasi ribuan orang untuk bergabung dalam perjuangannya demi planet yang lebih sehat.

Melalui media sosial, kampanye publik, dan advokasi internasional, Nina menyuarakan pesannya:

“Hentikan ekspor limbah plastik ke negara berkembang. Pulihkan sungai kami dan akhiri Era Plastik.”

Bercita-cita menjadi pengacara lingkungan, Nina terus memberdayakan generasi muda dan mendorong perubahan sistemik untuk melawan ketidakadilan lingkungan di seluruh dunia.

 Bana Alabed adalah seorang gadis berusia 15 tahun asal Suriah yang kini tinggal di Turki. Bana menjadi simbol ketangguhan dan keberanian, memberikan suara bagi anak-anak yang terperangkap di zona perang. Setelah mengalami pengepungan Aleppo pada tahun 2016, Bana memulai advokasinya dengan membagikan pengalaman hidupnya di tengah perang melalui catatan harian, blog, dan media sosial, yang kemudian menarik perhatian dunia internasional. Saat ini, Bana aktif memperjuangkan nasib anak-anak yang hilang di Suriah serta menyerukan perhatian bagi anak-anak di wilayah konflik seperti Ukraina, Gaza, dan Sudan.

 Divyansh Agrawal adalah remaja berusia 16 tahun asal Amerika Serikat yang telah menggerakkan ribuan orang dalam perjuangannya untuk keadilan iklim dan hak-hak anak. Sebagai pendiri Junior Philanthropists Foundation, ia telah membantu mendorong pengesahan 18 rancangan undang-undang lingkungan di California, yang secara langsung meningkatkan kualitas hidup jutaan orang. Pada tahun 2024, Divyansh turut menyusun Global Youth Statement di COP29, yang menyerukan penguatan ketahanan iklim.

 International Children’s Peace Prize dikenal sebagai penghargaan yang merayakan para penggerak muda dunia, seperti penerima sebelumnya Malala Yousafzai dan Greta Thunberg, yang setiap tahun menginspirasi ratusan juta orang di seluruh dunia. Tahun lalu, pesan dari pemenang penghargaan ini menjangkau 3,8 miliar orang melalui media internasional.

 Setiap tahun, penghargaan International Children’s Peace Prize diserahkan oleh seorang penerima Hadiah Nobel Perdamaian. Tahun ini, Mrs. Tawakkol Karman, peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2011, akan mengumumkan pemenangnya. Sang pemenang akan menerima Patung Nkosi beserta Beasiswa dan Hibah Perawatan Desmond Tutu untuk mendukung pendidikan mereka. Selain itu, pemenang juga berhak mengajukan dana proyek sebesar €50.000.

Penghargaan Perdamaian Anak Internasional (The International Children’s Peace Prize)

 Penghargaan bergengsi International Children’s Peace Prize diluncurkan pada tahun 2005 dalam KTT Dunia Para Penerima Hadiah Nobel Perdamaian di Roma, yang dipimpin oleh Mikhail Gorbachev. Penghargaan ini merupakan penghargaan anak muda paling penting dan bergengsi di dunia, yang diberikan setiap tahun kepada seorang anak yang telah memberikan kontribusi luar biasa dalam memperjuangkan hak-hak anak dan meningkatkan kondisi anak-anak yang rentan.

Informasi lebih lanjut:

📧 KidsRights@webershandwick.com

Tentang KidsRights KidsRights adalah organisasi internasional non-pemerintah yang berfokus pada hak-hak anak, dengan visi menciptakan dunia di mana setiap anak memiliki akses penuh terhadap hak-haknya dan mampu mewujudkan potensi besar yang mereka miliki.

KidsRights memandang anak-anak sebagai penggerak perubahan (changemakers) yang memiliki kekuatan untuk menggerakkan dunia. Organisasi ini membantu anak-anak menyuarakan pendapat mereka dan bertindak untuk menciptakan perubahan.

KidsRights mendukung anak-anak dengan: Menarik perhatian global terhadap pemenuhan hak-hak anak, Bertindak sebagai katalis untuk memicu perubahan, Bekerja bersama anak-anak dan kaum muda untuk membangun dunia yang lebih adil.

KidsRights juga merupakan:

Pendiri penghargaan anak muda paling bergengsi di dunia – The International Children’s Peace Prize,

Pendiri The State of Youth, negara digital tanpa batas pertama di dunia untuk anak muda, 

Penyusun KidsRights Index, satu-satunya indeks global tahunan yang menilai sejauh mana hak-hak anak dihormati di seluruh dunia serta komitmen setiap negara dalam meningkatkan kondisi anak.

KidsRights memiliki status konsultatif di Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (UN ECOSOC).

 🌐 Kunjungi situs resmi kami untuk informasi lebih lanjut: https://www.kidsrights.org/

 

Tentang Global Child Forum

 

Global Child Forum adalah yayasan nirlaba asal Swedia yang berkantor pusat di jantung kota Stockholm.

 Organisasi ini mempertemukan para pemimpin global dari berbagai sektor—bisnis, masyarakat sipil, akademisi, dan pemerintahan—untuk mendorong aksi sosial demi perubahan yang melindungi dan mendukung hak-hak anak.

 Visi kami adalah dunia berkelanjutan di mana hak-hak anak dihormati dan didukung oleh semua pihak dalam masyarakat.

Kami secara khusus berfokus pada peran dunia usaha sebagai penggerak perubahan, dengan mendorong perusahaan untuk mengambil langkah-langkah yang mendukung pemajuan hak anak di lingkungan kerja dan komunitas mereka.

 Kegiatan kami berlandaskan pada:

 Konvensi PBB tentang Hak Anak (UN Convention on the Rights of the Child),

 Prinsip-Prinsip Hak Anak dan Dunia Usaha (Children’s Rights and Business Principles),

 serta hasil riset dan alat ukur yang dikembangkan oleh organisasi kami sendiri.

 Komite Ahli Penghargaan Perdamaian Anak Internasional (International Children’s Peace Prize Expert Committee)

 Panel seleksi terdiri dari:

 Marc Dullaert – Pendiri dan Ketua KidsRights Foundation serta pendiri International Children’s Peace Prize.

 Benyam Mezmur – Anggota dan Mantan Ketua Komite PBB untuk Hak Anak (UN Committee on the Rights of the Child).

Jo Becker – Direktur Advokasi Human Rights Watch, Divisi Hak Anak.

 Tawakkol Karman – Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2011, aktivis hak asasi manusia, jurnalis, politisi, dan presiden organisasi Women Journalists Without Chains.

Yanghee Lee – Profesor psikologi perkembangan, Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Myanmar, dan Mantan Ketua Komite PBB untuk Hak Anak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Populer