Tonicko Anggara menunjukkan sampah sachet di muara Krueng Sarulah (24/5)
“Kami menemukan banyak sampah sachet dari produsen-produsen besar yang mengganggu estetika di kota Tapak Tuan” ungkap Tonicko Anggara, lebih lanjut aktivis Lembaga Pariwisata dan Pecinta Alam mahasiswa Islam (LEPPAMI) Aceh merasa prihatin dengan banyaknya sampah yang tidak terkelola yang menggangu keindahan kota. Temuan Tim
Ekspedisi Sungai Nusantara menunjukkan bahwa Krueng Sarulah tercemar
Mikroplastik. “Dijadikannya sungai sebagai tempat sampah akan menimbulkan
kontaminasi mikroplastik di perairan, karena sampah plastik di perairan akan
terpecah menjadi mikroplastik” Ungkap Amiruddin Muttaqin, lebih lanjut peneliti
tim ESN ini menjelaskan bahwa perilaku masyarakat masih menganggap sungai
menjadi tempat sampah ditambah dengan minimnya anggaran yang dialokasikan oleh
Pemerintah Kabupaten pada penanganan problem sampah sehingga minim pembangunan
fasilitas infrastruktur pengelolaan sampah. “tidak aneh jika sungai dijadikan
tempat sampah karena Pemerintah Daerah belum memprioritaskan penanganan sampah’
Lanjut Amiruddin.
Di Indonesia pelayanan sampah hanya mampu menjangkau 30% hingga 40% penduduk, sehingga 60%-70% penduduk tidak mendapatkan pelayanan sampah mengakibatkan mereka membuang sampahnya sembarangan seperti membuang ke saluran air, kesungai, tepi pantai, lahan kosong, dipendam dipekarangan atau 40% jumlah sampah yang timbul berakhir dengan dibakar. Padahal membakar sampah akan menghasilkan senyawapenyebab kanker yang dikenal dengan dioksin dan furan.
Brand Audit sampah
Plastik Krueng Sarulah
Bersama LEPPAMI ACEH Tim ESN selain melakukan uji Mikroplastik juga melakukan kegiatan Brand Audit atau audit merk sampah plastik sekali pakai yang menjadi pencemar di Krueng Sarulah. “kami mengumpulkan sampah-sampah plastik yang bermerk yang kami temui di tiga lokasi yaitu Hulu Simerah, Kampung Hulu dan Muara Krueng Rasulah dan berhasil mengidentifikasi 500 piece (lembar) sampah plastik berupa sachet (multilayer), botol dan gelas plastik, popok, Styrofoam wadah mie dan plastik single layer (selapis) Hasil dari audit didapatkan bahwa terdapat 5 Brand besar yang paling banyak ditemukan menjadi sampah di Sungai adalah Produk dari PT Wings, PT Unilever, PT Indofood, PT Mayora, PT Unicharm dan PT Frisian Flag, keenam Brand ternama ini sebanyak 68% dari sampah plastik yang ditemukan di Krueng Sarulah,” Ungkap Prigi Arisandi, lebih lanjut tim peneliti ESN ini menjelaskan bahwa sampah jenis sachet tidak laku di bank sampah dan sulit untuk didaur ulang sehingga umumnya sampah ini berakhir dengan dibakar atau dibuang di sungai berakhir di laut.
Muara sungai dipenuhi sampah sachet |
“selain sampah-sampah plastik bermerk kami juga menemukan sampah tidak bermerk seperti tas kresek, sedotan, tas bening, pakaian bekas dan Styrofoam, untuk sampah yang bermerk harus menjadi tanggung jawab produsen untuk ikut mengelola mengingat dalam Undang-undang pengelolaan sampah nomor 18 Tahun 2008 menjelaskan bahwa setiap produsen yang menghasilkan sampah dalam produknya yang tidak bisa diolah maka produsen harus ikut bertanggung jawab, Tanggung jawab perusahaan turut mengolah sampahnya ini dikenal dengan prinsip EPR atau extended Produser Responsibility,” Ungkap Prigi Arisandi, lebih lanjut direktur eksekutif lembaga Kajian Ekologi dan konservasi lahan basah (ecoton) mendorong para produsen besar seperti Wings, Unilever, Indofood, Mayora, Unicharm dan Frisian Flag harus memberikan kontribusinya dalam pengelolaan sampah di Tapak Tuan.
Produsen besar lainnya masing-masing 3% : Danone (aqua) Coca-cola (Sprite, Fanta, Freshtea), Nestle (Milo, Dancow) CV Dua Prisma Lestari (air minum ADANT- produk Aceh Selatan), KAO, ABC
Rekomendasi Ekspedisi Sungai Nusantara
Pemkab Aceh Selatan harus mendorong Produsen-Produsen yang terbukti Nyampah di perairan dan menimbulkan ancaman serius untuk ikut berkontribusi dalam pengolahan sampah plastik sachet yang sulit didaur ulang dengan ikut menyediakan sarana infrastruktur Pengolahan dan pengangkutan sampah
- Mendorong edukasi pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan pengurangan pemakaian produk dalam wadah kecil atau sachet, karena sachet tidak bisa didaur ulang. Bahan yang tidak dapat didaur ulang akan membebani lingkungan mencemari tanah dan mencemari perairan
- Mendorong penggunaan wadah guna ulang atau wadah makanan yang bisa digunakan berkali-kali
- Mendorong penduduk untuk menggunakan tas yang bisa digunakan berkali-kali
- Produsen harus membuat refill station, atau depo isi ulang produk yang digunakan sehari-hari sehingga konsumen harus membawa wadah sendiri, sehingga sampah packaging atau bungkus bisa dikurangi
- Mengingatkan prinsip 3R (reduce atau Mengurangi pemakaian, Reuse atau pakai kembali dan terakhir Recycle atau mendaur ulang)
- Produsen harus ikut berkontribusi menyediakan tempat-tempat sampah di jembatan, sekolah dan fasilitas umum yang menjadi sumber timbulnya sampah sachet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar