Minggu, 18 Mei 2025

Aroma Sampah Plastik Impor, Racuni Udara Tebar ancaman kanker Masyarakat Tropodo


Suasana Desa Tropodo seakan tidak bisa lepas dari kabut asap pembakaran sampah plastik bahan bakar pembuatan Tahu. Asap hitam dihasilkan oleh 51 pabrik pembuat tahu beroperasi di Desa Tropodo’ “ Asap pekat dan aroma menyengat penyebab tenggorokan kering ini dihasilkan oleh pembakaran plastik sebagai bahan bakar utama dari proses pembuatan tahu, meski di larang pengusaha tahu dengan alasan ekonomis mengabaikan larangan dan tetap menggunakan sampah plastik untuk bahan bakar” ungkap Daru Setyorini, lebih lanjut Direktur Eksekutif ecoton ini menjelaskan bahwa pembakaran sampah plastik sebagai bahan bakar untuk produksi tahu menyebabkan kontaminasi dioksin dan mikroplastik ke dalam rantai makanan dan lingkungan, mengancam kesehatan masyarakat.

(foto Samping : Uji parameter PM 2.5 dan PM 10 dilakukan di Desa Tropodo pada Sabtu (18/5/2025)

 Tropodo menjadi tempat terkontaminasi Dioksin tertinggi kedua di Asia, Kadar dioksin dalam telur ayam kampong mencapai 200pq TEQ G-1 Lemak atau 80 kali lipat di bandingkan 2.5 pq TEQ G-1 (Standar WHO).  Penelitian Ecoton 17 Mei 2025 menyebutkan bahwa polusi PM 2.5 mencapai 1063 ug/m3 melampaui jauh baku Mutu PP 22/2021 sebesar 55 ug/m3. Di Udara Tropodo Ecoton juga mendeteksi adanya kontaminasi mikroplastik sebesar 25 partikel/M2, keberadaan mikroplastik ini berasal dari pembakaran plastik yang tidak sempurna. Keberadaan mikroplastik diudara menyebabkan tingginya penderita ISPA di Tropodo  akibat iritasi dan infeksi organ penafasan.

PM 2.5 dan PM 10 Pemicu Kanker


Pada Sabtu 17/5/2025 Tim ecoton melakukan pengukuran total partikulat PM2,5 dan PM10 di pabrik tahu Desa Tropodo Krian yang menggunakan bahan bakar plastik scrap, kayu bakar dan tempurung kelapa. Pengukuran total partikulat dilakukan  menggunakan alat Particle Counter HT-9600 merk HTI dengan waktu sampling 120 detik. Alat ini memiliki sensor optoelektronik PM2,5, metode pompa sample, sumber caka diode laser dan kemampuan menyerap ukuran partikel 0,3, 2,5 dan 10 mm.

Hasil pengukuran udara ambien di sekitar boiler barbahan bakar campuran plastik mengindikasikan total partikulat PM2,5 16 – 35 kali dan PM10 sebesar 9-19 kali lebih tinggi dari baku mutu kualitas udara ambien. Sementara hasil pengukuran udara ambien di sekitar tungku penggorengan tahu barbahan bakar plastik mengindikasikan total partikulat PM2,5 sebanyak 16-28 kali dan PM10 sebanyak 9-14 kali lebih tinggi dari baku mutu kualitas udara ambien. Tingginya kandungan PM2,5 dan PM10 sangat membahayakan Kesehatan para pekerja dan masyarakat sekitar karena partikel berukuran sangat kecil dapat terhirup dengan mudah masuk ke dalam paru-paru dan aliran darah sehingga menyebabkan gangguan pernafasan, jantung, gangguan sistem hormone, gangguan organ reproduksi hingga memicu kanker.

Plastik Impor

Dari tumpukkan sampah plastik yang akan dibakar berserakkan plastik sachet makanan Nutella biscuits, bertuliskan distribute en France, bungkus minuman Made in Seoul, Korea Selatan, bungkus buah olahan made in Italia, bungkus makanan kucing sachet Made in USA, Made in UK , bungkus-bungkus plastik ini adalah scrap sampah impor yang berasal dari sampah negara-negara maju” Ungkap Daru Setyo rini lebih lanjut Daru menyebutkan Negara Maju pengekspor sampah memanfaatkan Indonesia sebagai tempat pembuangan sampahnya dengan berkedok membantu industri daur ulang di Indonesia, karena.

1.      Industri daur ulang menimbulkan pencemaran, dalam proses daur ulang menghasilkan limbah cair beracun

2.      Industri Daur Ulang di Negara Maju Tidak Menguntungkan,  daur ulang adalah industri biaya produksi yang tinggi (kebutuhan air dan Penggunaan Energi/listrik yang tinggi) dan standar lingkungan yang ketat. industri daurulang di eropa, amerika dan Australia mengalami kebrangkrutan atau Kolaps.

3.      Harga plastik Daur ulang Tidak kompetitif.  harga pellet daur ulang tidak mampu bersaing dengan harga pellet primer (virgin plastic pellet).  Subsidi untuk Industri migas dan petrokimia membuat harga pellet plastik primer jauh lebih murah dari pellet platik daur ulang.

Dari Penelusuran Ecoton di Produksi Tahu Tropodo komposisi jenis bahan bakar yang masih digunakan adalah :

1.      40% Scrap sampah plastik Impor

2.      20%  karet, sol sepatu/sandal, spon dan Styrofoam

3.      10%  sampah plastik lokal jenis multilayer (sachet)

4.      10%  Plastik Single layer

5.      10% tempurung Kelapa

6.      10% Kayu

“Selain  pertimbangan biaya, pengusaha tahu mempertimbangkan faktor ketersediaan pasokan, harga scrap plastik impor sekitar 300 ribu/pickup lebih mahal dibandingkan sampah plastik seperti sachet atau karet dan Styrofoam, meski mahal jenis sampah scrap plastik ini masih dominan digunakan karena pasokannya yang selalu tersedia” ungkap Alaika rahmatullah lebih lanjut peneliti sampah plastik impor ecoton ini menjelaskan bahwa saat ini Industri tahu Tropodo mendapatkan suplai sampah scrap plastik impor dari Gedangrowo, Sidoarjo dan Beji Pasuruan. “Sampah scrap plastik ini berasal dari industri daur ulang kertas berbahan baku kertas impor yang impuritas (Campuran) plastiknya tinggi sehingga, dalam proses produksi kertas daur ulang menghasilkan sampah scrap plastik yang tidak diinginkan oleh pabrik dan berakhir dengan dibuang disekitar kawasan industri” Ungkap Alaika.

“Selain Australia, Amerika Serikat, Inggris, Italia, Prancis, dan Belanda, negara seperti Jepang, Spanyol, Kanada, dan Selandia Baru juga berkontribusi dalam membanjiri Indonesia dengan sampah kertas campuran” ungkap Daru Setyorini, lebih lanjut Direktur ECOTON menegaskan,. Menurut data UN Comtrade Database, pada tahun 2024, Australia mengekspor sekitar 227 ribu ton sampah kertas campuran, Amerika Serikat mengirim 183 ribu ton, Inggris 68 ribu ton, dan Italia 46 ribu ton. Pengiriman sampah kertas campuran dengan kode HS 470790 memiliki tingkat impuritas atau kontaminasi sampah plastik yang lebih tinggi dari impor sampah kertas lain, sehingga Indonesia harus segera mengambil tindakan tegas untuk melarang impor jenis sampah kertas campuran

Rekomendasi

1.      Larangan Penggunaan Sampah Plastik Impor dan Sampah plastik untuk bahan bakar produksi Tahu di Sidoarjo. “Karena plastik dibuat dari minyak bumi dan bahan aditif yang persisten dan beracun, daur ulang dan pembakarannya akan melepas racun ke lingkungan sekitarnya” Ungkap Daru Setyorini

2.      Pemerintah Membantu subsidi Pengadaan Energi Ramah lingkungan dan Tungku Efisien bagi Produksi Tahu Tropodo.

3.      Menghentikan Impor sampah kertas dan plastik ke Indonesia. Selama ini Indonesia mencuci dan mengolah sampah dari negara maju —sebuah bentuk penjajahan lingkungan yang harus segera dihentikan. Keuntungan yang diperoleh industri yang mendaur ulang sampah impor tidak sebanding dengan beban ekonomi, sosial dan lingkungan yang harus ditanggung oleh Indonesia akibat dampak lingkungan yang ditimbulkan. Sebagai negara berdaulat, Indonesia harus segera mewujudkan rencana penghentian impor sampah pada tahun 2025 dan memperbaiki sistem pengelolaan sampah domestik untuk menggantikan ketergantungan pada sampah impor bagi industri daur ulang.

4.      Optimalisasi Sampah Lokal Untuk Bahan Baku Industri daur ulang kertas, tanpa harus bergantung pada impor sampah. Berdasarkan data statistik persampahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 73,2 juta ton sampah per tahun, dengan komposisi sampah kertas sebesar 12% atau sekitar 9 juta ton, dan sampah plastik sebesar 20% atau sekitar 15 juta ton. Dengan potensi timbulan sampah kertas dan plastik ini,

Aksi Aeshnina Menolak sampah plastik impor masuk Indonesia
5.      Meminta Eksportis sampah ke Indonesia ikut bertanggungjawab pulihkan kontaminasi Racun Dioksin dan Mikroplastik diudara Tropodo , “Kami menuntut negara pengekspor untuk memulihkan kontaminasi dioksin dan  menghentikan penjajahan sampah. Mengeksploitasi negara lain sebagai tempat pembuangan sampah adalah praktik yang tidak bertanggung jawab dan tidak etis, terutama ketika negara penerima memiliki kapasitas terbatas untuk mengelola sampah domestiknya dan masih berjuang dengan keterbatasan dana, regulasi lemah, serta rendahnya kesadaran publik dalam perbaikan sistem pengelolaan sampah. Setiap negara harus bertanggung jawab atas pengelolaan sampahnya sendiri dan berhenti membebankan masalah sampahnya kepada negara lain.” Ungkap Aeshnina Azzahra, aktivis lingkungan muda dari River Warrior, menyampaikan pesannya.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Populer