![]() |
Horiana Yolanda Haki Amati Mikroplastik jenis Fiber (2/12) |
Tim Peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) berkolaborasi dengan Peneliti Muda Walhi Nusa Tenggara Timur (Walhi NTT) melakukan uji kontaminasi mikroplastik di Perairan Kota Kupang pada tiga Lokasi di wilayah Hilir Kali Oesapa di Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Wilayah Hulu Bendungan Biknoi, Kelurahan Bakunase II, Kecamatan Kota Raja sedangkan di wilayah Tengah sampel air yang diuji diambil di Kali Naimata, Kelurahan Liliba, Kecamatan, Maulafa. “Dari ketiga lokasi kami mengambil 50 liter air sungai menggunakan mistic Scan dengan screen mikroplastik ukuran Mesh 350, artinya dalam satu inch terdapat 350 benang sehingga dengan alat ini akan mampu menyaring mikroplastik yang ukurannya kurang dari 5 mm” ungkap Horiana Yolanda Haki, lebih lanjut Peneliti Mikroplastik Walhi NTT menjelaskan bahwa semua sampel air yang diambil telah terkontaminasi mikroplastik dengan rata-rata 161 partikel mikroplastik dalam 100 liter air.
Sampah plastik merupakan permasalahan yang cukup
menyita banyak perhatian dunia termasuk negara-negara berkembang seperti
Indonesia. Karena merupakan salah satu masalah utama yang ada di perairan baik
laut, danau, maupun perairan sungai. Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan
Sampah Nasional (SIPSN) setiap tahun terdapat 30,911,430.20 ton/tahun di
Indonesia. Sedangkan data sampah Kota
Kupang tahun 2021 dari DLHK Kota Kupang mencapai 218,98 ton/hari dan
diperkirakan menurun pada tahun 2022 mencapai 86 ton sampah/hari. Namun temuan
WALHI NTT dan ESN adanya Mikroplastik di perairan Kota Kupang dan Timbulan
sampah di perairan menjadi Bukti bahwa Pengelolaan sampah di Kota Kupang masih
Amburadul.
“Dari Grafik disamping menunjukkan bahwa mikroplastik jenis filament mendominasi mikroplastik di perairan Kota Kupang, jenis filament ini bersumber dari sampah tas kresek, botol plastik, gelas plastik, sedotan dan plastik pembungkus yang bersifat lunak, tercecernya sampah ke perairan menyebabkan sampah plastik terpecah menjadi partikel dibawah 5 mm yang disebut mikroplastik. Jenis mikroplastik kedua terbesar adalah fiber atau benang-benang yang berasal dari peralatan penangkap ikan dan limbah tekstil atau benang pakaian yang terlepas selama proses pencucian, karena tidak adanya instalasi pengolah limbah komunal maka limbah cair domestic yang berisi mikroplastik jenis fiber akan mencemari perairan Kota Kupang” Ungkap Horiana Yolanda Haki,
Dari analisis tim ESN
dan Walhi NTT menyimpulkan ada 5 Faktor penyebab pencemaran mikroplastik dan
banyaknya timbulan sampah plastik di Perairan Kupang :
1.
![]() |
Horiana Uji kualitas air Bendungan Biknoi (1/12) |
Pola perilaku masyarakat yang konsumtif terhadap plastik sekali pakai, penggunaan yang plastik sekali pakai (tas kresek, botol air minum sekali pakai, sachet, gelas plastik dan popok)
2.
Perilaku membuang sampah tidak pada
tempatnya, rendahnya kesadaran masyarakat untuk
menjaga kelestarian lingkungan ikut menjadi andil tercemarnya saluran air oleh
sampah plastik. Kurangnya edukasi yang diberikan kepada masyarakat untuk ikut
mengelola sampah
3.
Pemerintah Kota Kupang Mengabaikan
pengelolaan sampah, dalam UU Nomor 18 Tahun 2008
Pasal 15 secara jelas menegaskan bahwa produsen wajib mengelola kemasan
dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh
proses alam. Selain itu, Pemerintah Kota
Kupang juga memiliki regulasi untuk menangani sampah, seperti Peraturan Daerah
Nomor 4 Tahun 2011 terkait kewajiban pelaku usaha. Pasal 12 secara tegas
menyatakan Pelaku usaha yang melakukan usaha dan/atau program yang menghasilkan
produk dan/atau kemasan produk wajib melaksanakan program pembatasan timbulan
sampah sebagai bagian dari usaha dan/atau programnya.
4.
Pemerintah tidak melakukan pemetaan
pelaku-pelaku usaha yang produknya dijual di pasaran,
sehingga Produsen dan pelaku usaha yang menghasilkan sampah tidak termonitoring
dan terus menghasilkan sampah plastik
5.
Pemerintah tidak menyediakan sarana
infrastruktur pengolahan sampah seperti Tempat sampah
yang memadai dan mencukupi, tidak tersedianya pengangkutan sampah, tidak adanya
Tempat pengolahan sampah sementara atau TPS disetiap kelurahan.
Oleh karena itu, tim
peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara dan WALHI NTT merekomendasikan bagi
pemerintah Provinsi Daerah Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Kota Kupang
untuk:
1. Implementasi
UU No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah terutama dalam aspek pengurangan
sampah plastik ke perairan hingga 30% pada tahun 2025
2. Implementasi
PP 22/2021 yang mensyaratkan sungai-sungai di Indonesia harus nihil sampah
3. Pemerintah
Kota Kupang harus menyediakan sarana infrastruktur sampah pada tiap kelurahan
4. Pemerintah
Kota Kupang membuat regulasi untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai (tas kresek, sedotan, sachet, botol plastik
air minum dalam kemasan, Styrofoam, popok kain dan pembungkus makanan plastik
sekali pakai), upaya ini bisa dimulai dengan tidak menggunakan botol
plastik dan makanan berbungkus plastik dalam setiap acara yang diadakan oleh
Pemko Kupang
5. Mendesak
dan mempertegas para pelaku usaha untuk bertangungjaawab membersihkan sampah
plastic sachet yang mengotori perairan kota kupang karena dapat meningkatkan
banyak risiko permasalahan kesehtan
seperti risiko autorium, kanker, penyakit hormonal (diabetes mellitus hingga
ketidaksuburan), gangguan perkembangan saraf bayi dan anak hingga kecatatan
janin
6.
Memberikan
edukasi dan fasilitas bagi masyarakat secara tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar