Yayasan Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) berinisiatif untuk penetapan tgl 2 Juli sebagai hari peringatan Tragedi Pencemaran Sungai akibat Polusi Industri, Pada 2 Juli 50 tahun lalu terjadi peristiwa Ikan Mati Massal di Kali Surabaya Akibat buangan PT Miwon. Untuk mengenang tragedi ini sudah pantas jika diperingati agar tidak terulang lagi kelalaian industri yang menyebabkan kerusakan ekosistem Sungai. "kami berharap dukungan masyarakat Indonesia untuk ikut menanda tangani petisi https://www.change.org/p/peringati-hari-ikan-mati-massal-waktunya-bertindak-untuk-menjaga-sungai-kita, sebagai upaya kita untuk menjaga agar tidak terjadi lagi peristiwa ikan mati massal di Sungai-sungai Indonesia" Ungkap Alaika rahmatullah, lebih lanjut ketua Panitia Peringatan 50 Tahun ikan Mati Massal Kali Surabaya ini mengingatkan bahwa saat ini industrialisasi dan hilirisasi di Indonesia ugal-ugalan dalam pengelolaan limbah sehingga menabrak prinsip-prinsip keadilan antar generasi dan etika lingkungan sehingga dipastikan akan merusak kelestarian ekosistem sungai di Indonesia. "mendukung petisi ini adalah bagian dari ikhtiar kita untuk tidak membiarkan industri merusak sungai-sungai Indonesia" Ungkap Alaika.
1975: Tragedi yang Mengubah Wajah Sungai
Insiden pertama yang tercatat terjadi ketika limbah cair dari pabrik aditif makanan alias pabrik Micin PT Miwon dituding sebagai penyebab matinya ikan secara massal di wilayah Wonokromo. Bau amis dan bangkai ikan memenuhi Kali Surabaya. PDAM terpaksa menghentikan suplai air selama 6 jam, menyusul tersumbatnya pipa dan rusaknya filter penyaring air di Ngagel. Ikan-ikan yang mati sempat dikumpulkan dan dikonsumsi warga, meski berisiko kesehatan serius. Hanya beberapa bulan setelah itu, manajer stasiun pompa PDAM Jagir memutuskan mematikan pasokan air selama 15 jam tanpa instruksi atasan, karena air sudah terlalu tercemar. Warga terpaksa bertayamum karena air tak layak untuk berwudhu, bahkan tamu gubernur dari Kanada “dievakuasi” ke Tretes karena tidak bisa mandi.
Tragedi yang Jadi Tradisi
Sejak 1975, tragedi ini terus berulang nyaris setiap tahun, terutama pada musim kemarau. Ikan-ikan kembali mati, air berubah warna, dan warga kembali merasakan dampak langsungnya. Beberapa industri pencemar sempat ditutup sementara, seperti Miwon dan pabrik penyamakan kulit Haka pada tahun 1977, namun hanya bersifat reaktif dan sementara. Upaya regulasi mulai muncul sejak 1975–1980-an, dengan pembentukan Tim Komisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup (TKPPLH), namun sayangnya terlalu birokratis dan sarat konflik kepentingan. Industri hanya diminta membuat janji membangun instalasi pengolahan limbah (IPAL), yang pada kenyataannya tidak pernah ditindaklanjuti secara serius. Dua tahun setelah kejadian tersebut, pencemaran kembali terjadi pada tahun 1977, kali ini berasal dari pabrik-pabrik yang berdiri di sepanjang Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik. Sejak saat itu, pencemaran menjadi kejadian rutin tahunan, dengan dampak signifikan terhadap ekosistem sungai, populasi ikan lokal, dan kesehatan masyarakat. Namun, selama lima dekade, tidak ada langkah konkret dari pemerintah yang mampu menghentikan atau memulihkan kondisi Kali Surabaya secara menyeluruh.
Pada tahun 2019, Ecoton menggugat Gubernur Jawa Timur atas kelalaian dalam pengelolaan Sungai Brantas melalui gugatan dengan nomor perkara 08/Pdt.G/2019/PN.Sby. Gugatan ini menuntut pertanggungjawaban negara atas kematian ikan massal dan pencemaran yang terus berlangsung.
Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan gugatan tersebut dan memerintahkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk:
- Meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Jawa Timur
-
Memasukkan program pemulihan kualitas air dalam anggaran negara
-
Memasang sistem CCTV di semua outlet pembuangan limbah industri.
Namun, meskipun Mahkamah Agung telah menolak kasasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, hingga 2025 putusan tersebut belum dijalankan secara nyata.
Kali
Surabaya Hari Ini: Sekarat dan Terabaikan
Hingga
tahun 2025, Kali Surabaya menunjukkan penurunan kesehatan sungai. Kualitas air
memburuk pada musim kemarau, biota air menurun, dan ikan mati tetap menjadi
pemandangan rutin. Dalam 50 tahun terakhir, industri dari berbagai sektor
seperti penyedap rasa, kertas, gula, dan logam terindikasi sebagai pencemar
utama. Bahkan masih ditemukan tragedi ikan mati massal per tanggal 19 Juni
2025. Kali Surabaya membutuhkan nafas baru untuk segera lakukan pemulihan dan
peningkatan pengawasan aktivitas industri yang berdiri di sepanjang aliran Kali
Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar