"BBWS Brantas mengabaikan pelanggaran pemanfaatan Bantaran Di Kali Surabaya, 4641 bangunan liar dibiarkan, bahkan saat ini bangunan Liar menjamur di luar Kota Surabaya seperti di Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Wringinanom Kabupaten Gresik dan Di Wilayah Kabupaten Mojokerto, pembiaran ini akan membawa dampak tingginya pencemaran limbah domestik dan resiko banjir" ungkap Alaika Rahmatullah, Lebih lanjut Manager Kampanye Ecoton bersama Mahasiswa Relawan Peduli Air, Masyarakat dan Alam (Marapaima) meminta BBWS Brantas memiliki strategi pemulihan Kali Surabaya sehingg bisa menyelamatkan Daerah Aliran Sungai Brantas dari Kerusakan Serius.
Surabaya, 16 Juli 2025 — 30 mahasiswa dari komunitas MARAPAIMA (Mahasiswa Relawan Peduli Air, Masyarakat dan Alam) akan melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas di Surabaya. Aksi di lakukan oleh mahasiswa Ilmu Kelautan dan Agroekoteknologi Universitas Brawijaya Malang, serta mahasiswa Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Malang, bekerja sama dengan ECOTON Foundation dalam kampanye bertajuk "Kali Surabaya Terbungkus Sampah Plastik”. Aksi ini merupakan bentuk protes dan seruan moral atas krisis pencemaran yang kian parah di Kali Surabaya. Sungai yang dulunya menjadi sumber air baku dan ruang hidup alami, kini berubah menjadi tempat pembuangan sampah plastik dan limbah industri, serta dipenuhi bangunan liar di sempadannya. "Kami butuh Gubernur seperti KDM yang berani melakukan pembersihan bangunan liar di bantaran Kali Bekasi" ungkap Alaika.
Temuan Pencemaran di Kali Surabaya
Berdasarkan hasil riset dan pemantauan Aliansi
Mahasiswa Peduli Sungai
sepanjang aliran Kali
Surabaya pada 8-9 Juli 2025, ditemukan:
1. Sebanyak
1.328 pohon tercemar sampah plastik, terbagi antara
Kabupaten Gresik (51,9%) dan
Kabupaten Sidoarjo (48,1%). Sampah plastik ini tersangkut di batang dan dahan
pohon akibat naiknya muka air sungai saat banjir.
2. 217
titik timbulan sampah teridentifikasi,
sebagian besar berasal dari sampah rumah tangga. Dari total tersebut, 34,1%
berupa timbunan kecil (<1 m²), 43,8% sedang (1–3 m²), dan 22,1% besar (>3
m²).
3. Pencemaran mikroplastik ditemukan dalam berbagai objek:
Di dalam tubuh biota seperti yuyu (Parathelphusa convexa), kerang Kijing Taiwan (Anodonta woodina), dan ikan, dengan jenis mikroplastik dominan berupa fiber dan fragmen. Mikroplastik tertinggi pada ikan ditemukan dalam saluran pencernaan ikan Rasbora argyrotaenia (358,75 ± 121,98 partikel/gram), dan tubuh Notopterus notopterus (186 ± 130,81 partikel/individu). Di air sungai dan sedimen, kelimpahan mikroplastik juga tinggi, terutama di dekat lokasi pembuangan limbah plastik dan saat musim hujan.
4. Pencemaran limbah industri ditemukan pada air limbah PT Suparma (kadar DO di bawah baku mutu) dan PT Adiprima Suraprinta (pH 9,30, melebihi ambang batas 6–9).
5. 4.641
bangunan liar berdiri di sempadan sungai wilayah
Gresik, mencakup permukiman dan fasilitas bengkel. Keberadaan bangunan ini
melanggar UU No. 26 Tahun 2007 dan Permen PUPR No. 28 Tahun 2015
tentang sempadan sungai.
Dampak Lingkungan
Temuan-temuan
tersebut mengungkap krisis lingkungan yang kompleks dan sistemik. Sampah
plastik yang menyangkut di pohon-pohon bantaran bukan hanya masalah visual,
tetapi bukti nyata bahwa sistem pengelolaan sampah
rumah tangga di sekitar Kali Surabaya
belum berjalan efektif. Banyak warga yang masih membuang sampah langsung ke
sungai, karena minimnya akses terhadap fasilitas TPS dan TPA yang layak.
Di sisi lain,
pencemaran limbah industri yang tidak memenuhi standar kualitas air menunjukkan
lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku industri. Rendahnya
kadar DO dan tingginya pH berpotensi membunuh kehidupan akuatik dan memperburuk
kualitas air sungai sebagai sumber air baku.
Yang paling mengkhawatirkan adalah kontaminasi mikroplastik dalam tubuh ikan, kerang, dan yuyu yang hidup di sungai. Mikroplastik tidak hanya mengganggu ekosistem, tetapi juga dapat masuk ke rantai makanan manusia melalui konsumsi ikan dan air. Ini berpotensi menimbulkan risiko kesehatan jangka panjang yang belum sepenuhnya dipahami dampaknya. Alih fungsi sempadan sungai menjadi permukiman dan bangunan komersial ilegal juga mengganggu fungsi ekologis sungai sebagai penyangga banjir, penyaring alami pencemar, serta habitat keanekaragaman hayati. Kondisi ini menandakan terjadinya ketimpangan tata kelola ruang dan pengabaian terhadap hak publik atas lingkungan yang sehat.
Tuntutan
Rencananya aktivis Marapaima dan ECOTON menyerahkan laporan hasil pemantauan pencemaran kepada pihak
BBWS Brantas, sekaligus menyampaikan serangkaian tuntutan dan rekomendasi:
1. Penegakan
hukum secara tegas terhadap pelanggaran pemanfaatan
ruang di sempadan sungai.
2. Pengambilan
sampel dan audit lingkungan terhadap pencemaran
sampah plastik dan limbah industri.
3. Penyediaan
fasilitas TPS dan TPA yang memadai di
kawasan bantaran sungai agar masyarakat memiliki pilihan pengelolaan sampah
yang layak.
4. Pemulihan
ekologis melalui reforestasi sempadan sungai,
penanaman kembali vegetasi alami, dan pembersihan sungai secara berkala dan
partisipatif.
5. Kampanye
kesadaran ekologis dan edukasi warga, khususnya
generasi muda dan komunitas terdampak, untuk memahami pentingnya sungai sebagai
bagian dari ruang hidup.
Aktivis Marapaima Melakukan inventarisasi timbulan sampah di Sepanjang
Kali Surabaya Pada 9/Juli/2025
“Kami ingin
sungai ini kembali menjadi sumber kehidupan, bukan kubangan limbah dan sampah
plastik. Sungai bukan ruang buangan, melainkan ruang hidup yang harus dijaga
bersama,” tegas Rafli, mahasiswa Agroekoteknologi Universitas Brawijaya.
ECOTON dan para mahasiswa berharap agar
aksi ini menjadi momentum kebangkitan kesadaran publik dan pemerintah untuk
lebih serius menangani pencemaran sungai. Dengan
kolaborasi antara masyarakat sipil, akademisi, dan pemerintah, Kali Surabaya masih bisa dipulihkan demi masa depan yang
lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar