Aksi Relawan Ecoton di Depan Konsulat Jendral Australia Di Surabaya (6/8)
Para negosiator mengorbankan kesehatan kita dan generasi mendatang demi jalan mudah menuju perjanjian yang lemah
11 Agustus 2025, Jenewa, Swiss – Negosiasi menuju perjanjian plastik global untuk mengakhiri polusi plastik minggu ini mencapai titik tanpa jalan kembali. Dengan hanya tersisa tiga hari, kami, organisasi masyarakat sipil di Asia Tenggara, mengapresiasi para pemimpin yang menunjukkan ambisi dan keberanian, serta mengingatkan yang lainnya tentang apa yang sedang dipertaruhkan – kesehatan rakyat Asia Tenggara dan lingkungan kita.
Para pemimpin dari 178 negara berkumpul di Jenewa, Swiss, dan keputusan mereka akan menentukan apakah bayi-bayi kita akan terus lahir dengan mikroplastik di tubuh mereka, di planet yang tercekik oleh sampah plastik, atau apakah kita, sebagai komunitas global, dapat mempertahankan Bumi yang lebih aman dan bersih bagi generasi mendatang.
Di Jenewa, kini kita memiliki rancangan cetak biru untuk mengatasi krisis plastik.
“Seiring negosiasi hampir mencapai tahap akhir, kami mendesak para delegasi untuk mengingat mandatnya: mengakhiri polusi plastik dan melindungi kesehatan manusia serta lingkungan, di sepanjang siklus hidup plastik,” ujar Yuyun Ismawati, salah satu pendiri Nexus3 Foundation dan anggota Aliansi Zero Waste Indonesia. “Kita tidak bisa melanjutkan produksi dan konsumsi plastik yang tidak berkelanjutan. Membatasi produksi plastik, mengendalikan bahan kimia beracun, dan mengurangi subsidi untuk produsen plastik adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan ini.”
Beberapa negara di Asia Tenggara telah menunjukkan ambisi dan keberanian luar biasa, dengan mengajukan proposal untuk mengurangi produksi plastik, menghapus bahan kimia beracun, meningkatkan transparansi dan keterlacakan bahan kimia, serta mempromosikan sistem guna ulang, isi ulang, perbaikan, dan pengurangan plastik yang bebas racun. Ambisi ini menunggu dukungan lebih lanjut.
Lebih dari 100 negara telah menyatakan bahwa produksi plastik global saat ini sudah berlebih. Para ahli menekankan bahwa sangat penting untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan plastik. Lebih dari 1.100 ilmuwan mendukung pernyataan ini.
“Kami menyerukan kepada para negosiator untuk berempati dan memprioritaskan kepentingan jangka panjang seluruh kawasan di atas kepentingan sempit industri petrokimia dan plastik. Kami mendesak mereka untuk tidak mengorbanka lingkungan demi keuntungan ekonomi jangka pendek – pikirkan generasi mendatang, dampak perubahan iklim pada kelompok rentan, dan kebutuhan mendesak untuk produksi dan konsumsi yang berkelanjutan,” kata Xuan Quach, Direktur Pacific Environment Vietnam.
Meski ada konsensus yang luas, negara-negara besar produsen petrokimia serta 234 perwakilan industri petrokimia dan bahan bakar fosil melakukan lobi besar-besaran, dengan kepentingan untuk memperlambat negosiasi dan menyepakati perjanjian lemah yang hanya berfokus pada pengelolaan sampah.
Taktik yang sama telah dimainkan dalam lima putaran negosiasi sebelumnya, dan kini diulang kembali di putaran keenam. Strategi ini jelas gagal menyelesaikan masalah. Negara maju yang dipuji karena praktik pengelolaan sampah yang baik seringkali juga menjadi pengekspor besar sampah plastik yang membanjiri negara berkembang.
Aileen Lucero, Koordinator Nasional Ecowaste Coalition, Filipina, menegaskan, “Kami memohon kepada semua negosiator pemerintah untuk memanfaatkan momentum ini, mencegah pelobi korporasi membajak negosiasi, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menyediakan mekanisme pembiayaan serta kepatuhan yang kuat untuk memastikan implementasi yang efektif.”
Punyathorn Jeungsmarn, Juru Kampanye dan Peneliti Plastik dari Environmental Justice Foundation (EJF) mengatakan, “Asia Tenggara berada di persimpangan jalan. Jika produksi plastik terus meningkat tanpa terkendali, kita akan melihat lebih banyak fasilitas petrokimia mencemari air dan udara. Kita akan melihat lebih banyak sampah plastik mengalir ke kawasan kita, serta lebih banyak mikroplastik dan bahan kimia di dalam darah dan tubuh kita. Perjanjian plastik harus menetapkan target pengurangan produksi plastik, atau berisiko menjadi perjanjian solusi palsu.”
Kami juga melihat rendahnya ambisi di Asia Tenggara, termasuk mengabaikan bagaimana plastik merugikan kita mulai dari produksi, penggunaan, hingga pembuangan, dan bersikeras untuk tidak memiliki target global untuk mencapai produksi plastik yang berkelanjutan atau aturan global yang dapat lebih baik untuk mengarahkan keputusan bisnis. Kami menyaksikan kampanye yang mempromosikan solusi palsu untuk mengatasi masalah sampah plastik di kawasan ini.
“Tanpa kendali global, sifat toksik plastik dan bahan kimia yang digunakan tersebar luas, dan lintas batas akan mustahil mengelola plastik. Kebijakan nasional yang berbeda-beda antarnegara akan mempengaruhi pengelolaan sirkularitas plastik. Kami menyerukan negara-negara di kawasan kami untuk memasukkan standar global yang mengikat demi perjanjian plastik yang efektif,” kata Wong Si Peng, Pejabat Acara dan Proyek dari C4 Center di Malaysia.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:
Yuyun Ismawati, +44-7583 768707, yuyun@nexus3foundation.org (Indonesia)
Xuan Cuach, quachthixuan@gmail.com (Vietnam)
Aileen Lucero, +639178369592, alucero@ecowastecoalition.org (Filipina)
Wong Si Peng, +6012-278 3533, sipeng@c4center.org (Malaysia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar