 |
Nina Memantau Buangan Pabrik Kertas Daur ulang sampah impor yang sering ditemukan mencemari Sungai Brantas (15/3/2025) |
"
Daur ulang telah terbukti memberikan dampak lingkungan dan ancaman kesehatan bagi kami yang tinggal di Daerah Aliran Sungai Brantas, Pabrik-pabrik daur ulang kertas membuang limbah mengandung mikroplastik ke Sungai Brantas yang menjadi bahan baku bagi PDAM, Tambak budidaya ikan dan udang, irigasi pertanian dan habitat ikan, serpihan plastik dari Australia, Italia, Belanda dan Amerika serikat saya temukan dijadikan bahan bakar pembuatan tahu dan batu gamping yang menimbulkan polusi udara, sisa pembakaran plastik dibuang dilahan-lahan terbuka, sungguh menyedihkan" Ungkap Aeshnina Azzahra (18).
fakta temuan ini mendorong Nina "kembali" mengirim Surat kepada Pemerintah Republik Indonesia (Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Wakil Menteri Lingkungan Hidup). "Saya minta Mereka Serius menertibkan industri daur ulang kertas,
Kami anak muda pewaris bumi
Indonesia memiliki hak untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat bebas
dari polusi plastic. Anak muda memiliki hak atas informasi (Konvensi Hak
Anak kemenpppa pasal 17), hak atas partisipasi (Pasal 1 angka 5 UU HAM),
dan hak atas keadilan dalam menangani polusi plastik di di negara kami. Kami
mendesak pemerintah melibatkan aktivis muda dalam Menyusun road map penghentian
impor sampah plastik yang jelas di Indonesia" Ujar Nina, Nina menunggu respon dari Bapak Presiden.
Sejak 2019 Nina, Panggilan akrab Aeshnina Azzahra Aqilani bersama Komunitas River Warrior melakukan advokasi terhadap sampah impor yang masuk di Wilayah Kecamatan Wringinanom dan Wilayah lain di Daerah Aliran Sungai Brantas. Keberadaan sungai yang kontinu mengalirkan air pada musim kemarau dan penghujan menjadikan DAS Brantas berdiri banyak pabrik daur ulang plastik dan daur ulang kertas, terdapat lebih dari 20 Pabrik kertas daur ulang kertas di sepanjang Sungai Brantas, di paling hulu, Kabupaten Malang ada pabrik Kertas PT Ekamas Fortuna anak perusahaan Sinarmas Group bersama dengan PT Tjiwi Kimia Tbk di Sidoarjo dan Mojokerto, sedangkan di Wilayah Tengah di Kabupaten Nganjuk Ada PT Jaya Kertas, di Hilir di Kota Surabaya ada PT Suparma Tbk yang lokasinya 1km di hulu Intake Perusahaan daerah Air Minum Kota Surabaya. Pabrik-pabrik kertas ini pernah memiliki hubungan buruk dengan Sungai Brantas. "pabrik-pabrik kertas di DAS Brantas telah berkontribusi memberikan pencemaran terhadap air sungai Brantas, beberapa dari mereka tidak mengolah limbahnya dengan baik sebelum membuang ke Sungai," ungkap Alaika, lebih lanjur koordinator Kampanye Ecoton ini menjelaskan bahwa Industri kertas mengolah limbahnya di siang hari namun di Malam hari mereka menggelontorkan limbah tanpa diolah, padahal di hilir ada Perusahaan air minum yang memanfaatkan airnya untuk bahan baku.
River Warrior aktif memantau dan
mengadvokasi perdagangan sampah plastik dan kertas impor, kami sangat mendukung rencana pemerintah menghentikan impor sampah
plastik Januari 2025 dan
memperketat pengawasan pabrik kertas. Dalam upaya Advokasinya Aeshnina telah menghadiri Intergovernmental Negotiating
Comitee yang ke-5 (INC-5), di Busan, Korea Selatan pada November 2024, INC 5
adalah upaya global untuk pengendalian polusi sampah plastik. Namun sayangnya,
selama 8 hari proses rapat berjalan sangat lambat dan rumit. Walaupun sudah ada
banyak negara yang ambisius dan setuju menyepakati peraturan penanganan
pencemaran plastik dari sumbernya. INC gagal mencapai kesepakatan karena masih
ada negara-negara pemroduksi minyak yang tidak setuju dengan segala kesepakatan
untuk membatasi produksi plastik.
Kirim Surat Tak Kenal Lelah
"tujuan saya menulis surat kepada Pemerintah adalah untuk memperjelas kebijakan stop impor sampah plastik, kami menginginkan roadmap yang jelas, harus ada penegakan hukum yang tegas dan pengawasan yang ketat agar sampah plastik tidak bocor ke lingkungan" ungkap Nina, meski sudah berkali-kali mengirim surat namun tidak mendapatkan balasan Nina tetap semangat tak kenal lelah. "Saya akan terus menulis surat sampai Indonesia bersih dari sampah impor" Ungkap Nina.
Berikut 6 tuntutan Nina untuk Pemerintah Republik Indonesia.
1.
Mengevaluasi izin impor dari semua perusahaan pengimpor sampah
plastic dan kertas di Indonesia dan menindak tegas
importer yang tidak mengolah sampah impor secara aman dan membuang residu
sampah impor ke tempat pembuangan illegal yang berdampak buruk.
2.
Menghentikan Penggunaan serpihan plastic sebagai bahan bakar, Aktivitas pembakaran plastic
untuk pembuatan batu gamping diPagak Malang dan Pembuatan Tahu di Tropodo
Sidoarjo harus dihentikan dan Pemerintah harus memberikan solusi energy
alternatif
3.
Meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan kontainer sampah impor di
semua Bea Cukai Pelabuhan Internasional di Indonesia untuk memastikan semua sampah impor yang
masuk memenuhi persyaratan yang berlaku, tidak mengandung kontaminasi lebih
dari 0,5%
4.
Membenahi sistem pengumpulan sampah dalam negeri agar setiap
desa/kelurahan wajib menjalankan layanan pengumpulan sampah terpilah di sumber dan menyediakan lahan TPS3R di desa/kelurahan yang mengolah sampah
organic dan mengumpulkan sampah daur ulang, sehingga dapat memasok kebutuhan
industry daur ulang plastic dan kertas
5.
Menutup semua tempat pengolahan dan penimbunan sampah impor illegal serta fasilitas pengolahan sampah impor yang melanggar peraturan
lingkungan hidup
Meminta negara pengekspor sampah untuk
bertanggung jawab ikut membersihkan tempat penimbunan sampah
illegal berdasarkan data UN Comtrade, Badan Pusat Statistik dan Bill of Lading
yang dimiliki importer sampah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar