![]() |
Bantaran Sungai di Desa Cangkir (19/3/2025) Kecamatan Driyorejo Gresik dipenuhi bangunan Permanen. Bantaran diubah menjadi kawasan pemukiman dan kegiatan bisnis bahkan puluhan lahan telah di sertifikatkan. |
Temuan ini kemudian dilanjutkan Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) dengan melayangkan surat pengaduan kepada DPRD Komisi III Kabupaten Gresik, Bupati Gresik, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gresik terkait pelanggaran pemanfaatan bantaran Kali Brantas di Kecamatan Driyorejo dan Wringinanom. Surat aduan ini ditujukan sebagai langkah mengembalikan fungsi bantaran sebagai daerah resapan air, akibat banjir yang melanda kabupaten Gresik, ketika di musim penghujan.
Lebih lanjut, Alaika sapaan akrabnya yang juga manajer divisi Edukasi Ecoton mengatakan “Kami mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk segera mengambil tindakan tegas untuk menertibkan bangunan illegal ini, sebelumnya juga telah bersurat kepada BBWS Brantas namun belum ada jawaban. Padahal alih fungsi bantaran sungai jelas merusak ekosistem sungai sekaligus menambah limbah domestik yang dapat menurunkan kualitas air sungai”.
Tonis Afrianto, tim komunikasi publik dan pengamat
kebijakan lingkungan Ecoton mengatakan, alih fungsi lahan bantaran sungai tidak
hanya melanggar regulasi, tetapi juga berkontribusi terhadap degradasi
lingkungan. Apalagi, banjir di awal maret lalu sebenarnya juga disebabkan oleh
pelanggaran tata ruang dan alih fungsi lahan termasuk bantaran. Bahkan tanggul
sungai di desa Sumengko Gresik ada yang sengaja dijebol.
“Kami menyayangkan ketika mengirim surat ke BPN Gresik
justru disambut tidak ramah, padahal ini menyangkut pelanggaran tata ruang dan
alih fungsi lahan bantaran” Ungkap Tonis.
Pada surat ini ecoton menuntut kepada Pemerintah
Kabupaten Gresik untuk:
1. Melakukan moratorium
alih fungsi lahan bantaran Kali Surabaya di Kecamatan Driyorejo dan
Wringinanom serta menghentikan pemanfaatan bantaran untuk bangunan permanen
2. Berkoordinasi dengan
BBWS Brantas dan Perum Jasa Tirta I untuk melakukan pencegahan serta
penertiban bangunan liar tanpa izin.
3. Bersama Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Gresik, mengkonfirmasi dan menertibkan
bangunan liar yang masuk dalam wilayah bantaran sungai dengan mencabut
sertifikat tanah yang masuk di lahan bahtaran
4. Meningkatkan
pengawasan dan penegakan hukum terhadap oknum yang melanggar regulasi terkait alih
fungsi lahan bantaran sungai.
5. Memberikan teguran
kepada pihak yang mendirikan bangunan liar, serta berkoordinasi dengan pihak
berwenang untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
6. Mengadakan audiensi
dengan masyarakat pelindung bantaran Kali Surabaya untuk klarifikasi informasi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lebih lanjut, pemerintah Jawa Timur harus banyak belajar dengan provinsi
Jawa Barat yang dengan tegas melakukan penertiban bangunan yang berdiri di
bantaran sungai, khususnya atas tragedi banjir besar di Bekasi pada awal maret
lalu. Bahkan pemerintah saat ini berani untuk menyegel tempat usaha, dan
menertibkan rumah-rumah yang berdiri di bantaran sungai.
“Kami berharap pemerintah segera merespon pengaduan ini dengan langkah
konkret untuk melindungi ekosistem sungai dan memastikan pemanfaatan bantaran
sesuai dengan regulasi yang berlaku” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar