Keterangan Gambar samping : Sekitar 25 orang penggiat lingkungan dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) melakukan kegiatan aksi pada tanggal 22 Maret 2022 pukul 09.00 WIB yang berlokasi di perempatan Jalan Raya Wringinanom Depan Masjid. Penggiat ECOTON ini dimulai keberangkatan pada Gedung Inspirasi ECOTON secara bersama-sama dengan jalan kaki sekitar 900 meter dengan membentang poster yang bertulisan tentang fakta dan ajakan kepada masyarakat sekitar dan menggunakan megaphone untuk menyuarakan terkait kegiatan yang dilakukan. Kegiatan ini dilakukan dengan harapan untuk memperingati Hari Air Sedunia. Hal ini juga telah ditetapkan pada Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan bahwa peringatan terkait keberadaan air dengan adanya Hari Air Sedunia atau World Day for Water. Peringatan Hari Air Sedunia dimulai sejak tanggal 22 Desember 1992 di Rio de Janerio, Brazil bertepatan dengan Sidang Umum PBB ke 47. Pada saat itu, PBB menetapkan 22 Maret sebagai Hari Air Sedunia. Hari Air Sedunia merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap kelangkaan air yang ada di muka bumi.
Koordinator
aksi Muhammad Rizki Akbar Maulana
menuturkan “saat ini terjadi krisis air bersih di Indonesia yang
disebabkan oleh berkurangnya potensi ketersediaan air bersih dari tahun ke
tahun, penurunan tersebut terjadi sebesar 15% - 35% per kapita setiap tahun.
berdasarkan data (Indonesia Natural
Environtment Status Book, 2009). Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK) diketahui sebesar 68 % air sungai di Indonesia termasuk
dalam kategori tercemar berat karena aktivitas industri dan limbah rumah
tangga, terutama sampah plastik. Padahal, sumber daya air di Indonesia
memanfaatkan air permukaan yaitu sungai sebagai bahan baku air minum dan
sanitasi”
“Berdasarkan data PBB pada tahun 2019 juga
mencatat bahwa sebanyak 2,2 miliar manusia membutuhkan akses air bersih untuk keperluan
hidup sehari-hari, terutama untuk kebutuhan minum. Namun, pada kenyataanya
ketersediaan air bersih saat ini semakin langka karena sumber air bersih banyak
tercemar oleh aktivitas manusia, seperti limbah industri dan rumah tangga
terutama sampah plastik”. ungkap Muhammad Rizki Akbar Maulana, yang juga
merupakan Mahasiwa Aktif Teknik Lingkungan, UPN Veteran Jawa Timur.
Di
Indonesia diketahui sebagai negara kedua penyumbang sampah plastik terbesar
setelah China. Sekitar 8 juta ton sampah per tahun dibuang ke laut dunia.
Jumlah yang dapat dikelola oleh pemerintah hanya 3 juta ton. Kemudian, sebesar
5 juta ton tidak digunakan yang berakhir
dibakar dan ditimbun. Serta, sebesar 2,6 juta ton sampah dibuang ke
sungai dan berakhir di laut. Berdasarkan hasil penelitian dan informasi yang
telah dilakukan oleh Arum Wismaningsih ECOTON di Sungai Brantas, banyaknya
tumpukan sampah plastik banyak ditemukan sebanyak 200 lembar yang dibuang hingga Kali Surabaya yang merupakan anak
sungai dari Sungai Brantas. Dari tahun ke tahun kualitas air pada Kali Surabaya
mengalami penurunan karena banyaknya pencemaran dari berbagai sumber pencemaran
selain sampah plastik yaitu limbah domestik maupun limbah non domestik aliran air masuk ke Kali Surabaya.
“Sampah plastik sachet menjadi suatu
permasalahan yang belum terselesaikan hingga saat ini karena keberadaanya
semakin mencemari lingkungan karena keberadaannya tergolong sampah residu yang
sulit terurai dan membutuhkan waktu yang lama karena kandungan senyawa kimia
berbahaya yang ada dalam kemasan plastik
sachet sekali pakai seperti phthalate
sebagai zat pemlastis, dioxin, senyawa berflourinasi, BFRs (Brominated Flame Retardants), Bisphenols A, dan lain-lain.”
ungkap Regita, mahasiswi aktif Ilmu Komunikasi Untag Surabaya yang ikut dalam
aksi tersebut.
Sampah yang banyak ditemukan adalah sampah
sachet dari minuman seperti kopi dan jus dengan persentase sebesar 21%.
Diperkirakan jumlah kemasan sachet yang terjual sekitar 1,3 triliun pada tahun
2027 yang berpotensi untuk menjadi sampah dan mencemari lingkungan. Sachet
banyak digunakan di wilayah pedesaan dengan temuan sebanyak 700 ribu ton dengan
kondisi sebagian besar desa yang masih belum terlayani dengan baik sistem
pengelolaan sampah desanya. Sampah plastik sachet yang terakumulasi di
lingkungan perairan yang hanyut dan tertumpuk di bantaran sungai akan mencemari
air sungai yang dimanfaatkan sebagai bahan baku air PDAM. Bahkan, sampah sachet
yang bertumpuk akan mengalami degradasi menjadi masalah baru, yaitu
terbentuknya mikroplastik. Mikroplastik adalah bagian terkecil dari plastik
yang telah mengalami degradasi dan berukuran (mikroskopis), yaitu <5 mm.
Adapun, kelimpahan tertinggi mikroplastik berada di permukaan sungai pada titik
Driyorejo (13,33 partikel/m3).
Merissa bernaded lie, mahasiswi aktif ilmu Hukum UBAYA yang juga ikut dalam aksi tersebut menyampaikan bahwa, Melalui kegiatan peringatan Hari Air Sedunia, kami melakukan kolaborasi terhadap Co.ensis (Community of environment sustainable) pada Asi Tolak Kopi Sachet yang telah dilakukan di Sungai Kalimas, Surabaya depan Hotel Novotel pada tanggal 10 Maret 2022 pukul 11.00 - 14.30 WIB. Kami mengharapkan dengan ada kolaborasi terhadap aksi yang dilakukan dapat memberikan pandangan kepada seluruh komponen baik pemerintah dan masyarakat untuk dapat menjaga kualitas air dan menghargai air untuk masa depan yang lebih baik. Aksi damai yang dilakukan di depan Masjid Perempatan Jalan Raya Wringin Anom telah dijaga ketat oleh aparat kepolisian dari Polsek wringinanom Gresik. Berdasarkan dari permasalahan tersebut, kami ECOTON FOUNDATION menghimbau dan menegaskan bahwa :
Pertama, perlu
adanya pengawasan yang serius dari pemerintah Khususnya BBWS Brantas istansi
yang berwenang dalam mengelola sungai Brantas, terkait prilaku industri
dan masyarakat yang menyebabkan
pencemaran di sungai Brantas.
Ketiga, perlu adanya sosialisasi intensif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi bahkan Pemerintah Daerah terhadap masyarakat terkait pengelolaan sampah yang benar.
Keempat, mendesak industri penghasil sampah plastik untuk bertanggung jawab atas sampah plastik mereka yang mencemari sungai, dengan melakukan pemulihan lingkungan sesuai dengan konsep EPR dan regulasi yang berlaku .
Kelima, mengajak masyarakat untuk bergaya hidup Zero waste dan memilah sampah dari rumah menjadi 3 jenis, yaitu sampah organik yang dimanfaatkan sebagai kompos, sampah residu dibuang di TPA dan sampah anorganik untuk didaur ulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar