Kerusakan Ekosistem Kali Surabaya salah satu penyebabnya adalah abainya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam pengendalian pemanfaatan bantaran Sungai, pada tahun 2015 Lembaga kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) mengusulkan beberapa upaya penyelamatan bantaran Kali Surabaya, namun sayang hingga kini penjarahan bantaran kali Surabaya masih terjadi di Kali Surabaya. Bangunan liar dibiarkan didirikan diatas bantaran Kali Surabaya bahkan ada penampung air milik Perusahaan kertas yang berdiri dibantaran Kali Surabaya, padahal bantaran merupakan kawa
san lindung yang harus dibiarkan berfungsi sebagai retention zone atau sebagai daerah banjiran yang berfungsi menampung air pada musim hujan. Sempadan sungai berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. Pasca penetapan PP Nomor 38 Tahun 2011, bangunan dalam sempadan sungai dinyatakan dalam “status quo” dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai. Yang dimaksud dengan “status quo” adalah kondisi tidak boleh mengubah, menambah, ataupun memperbaiki bangunan. Untuk itu segala aktivitas pembangunan tanpa ijin di bantaran sungai Kali Surabaya harus dihentikan dan ditertibkan. Sebagai pengelola Sungai Brantas, Menteri PUPR bertanggung jawab dalam perlindungan sempadan sungai melalui pembatasan pemanfaatan sempadan sungai dan perlindungan ruas restorasi sungai untuk mengembalikan sungai ke kondisi alamiahnya, meliputi penataan palung sungai, penataan sempadan sungai dan sempadan danau paparan banjir, serta rehabilitasi alur sungai. Sejak 2015 ECOTON mengusulkan kepada Menteri PUPR untuk segera melakukan tindakan sebagai berikut: 1.
1. Melakukan inventarisasi pengguna lahan
sempadan sungai Kali Surabaya diwilayah Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten
Sidoarjo dan khususnya di Kawasan Suaka Ikan di wilayah Kecamatan Balongbendo
(Kabupaten Sidoarjo) dan Kecamatan Wringinanom
(Kabupaten Gresik), mengingat pada wilayah ini masih terdapat patok batas garis
sempadan sungai sehingga lebih mudah untuk mengetahui batas sempadan sungai yang menjadi wilayah
pengelolaan Kementerian PUPR. Selain itu, di wilayah ini belum banyak bangunan
yang didirikan di sempadan sungai, sehingga akan lebih mudah untuk menertibkan
pemanfaatan sempadan sungai yang melanggar aturan, karena konflik sosial tidak
terlalu besar.
2. Melakukan peremajaan patok garis sempadan sungai di Kali Surabaya dan khusus di Kawasan Suaka Ikan untuk memperjelas batas garis sempadan, serta memasang banyak papan informasi dan pemberitahuan yang melarang masyarakat menggunakan lahan sempadan sungai tanpa ijin
3. Melakukan rehabilitasi sempadan sungai dengan melakukan penanaman tanaman asli tepi sungai, misalnya pohon Loa, Pohon Gempol, Pohon Salam, Waru, Keres, Bambu, serta rumput gelagah dan rumput jali-jali atau otok untuk mengurangi erosi tebing sungai, sekaligus berfungsi dalam membantu peresapan air ke dalam tanah, sehingga dapat mengurangi kekeringan saat musim kemarau dan mengurangi banjir saat musim hujan.
4. Mengembalikan lahan sempadandi patok 14 Desa Cangkir Kec. Driyorejo Gresik menjadi kawasan resapan air yang bisa dimanfaatkan untuk taman. di patok 14 di Desa Cangkir Kecamatan Driyorejo Gresik yang kini digunakan sebagai pergudangan City Nine yang dikembangkan oleh PT Graha Niaga Mitra Investindo
5. Memberi surat peringatan kepada seluruh pemilik bangunan dan pengguna lahan bantaran Kali Surabaya, bahwa tanah bantaran sungai adalah tanah negara yang diperuntukkan sebagai kawasan resapan air dan perlindungan sungai, dan masyarakat yang memanfaatkan lahan bantaran sungai wajib memiliki ijin dari pemerintah, maka memanfaatkan lahan dan mendirikan bangunan di bantaran sungai tanpa ijin dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pembongkaran pembangunan,
6. Menetapkan prioritas lokasi penertiban sempadan sungai pada ruas sungai yang telah mengalami kerusakan lingkungan akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dan menimbulkan gangguan lingkungan kemacetan, banjir dan pencemaran sungai, antara lain:
a. Kabupaten Gresik; yaitu di Desa Cangkir dan Desa Bambe
b. Kabupaten Sidoarjo; yaitu di Kelurahan Sepanjang, Tawangsari, Pereng
c. Kotamadya Surabaya; yaitu di Kelurahan Warugunung, Karangpilang, dan Kebonsari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar