1.
2 Juli 1975, Insiden pencemaran besar pertama di Surabaya yang dilaporkan di pers lokal, ketika sejumlah besar ikan mati di Kali Surabaya dekat Wonokromo. Sementara orang-orang yang tinggal di sepanjang sungai dengan cepat mengumpulkan ikan mabuk untuk dimakan, sekretaris kotamadya Surabaya mengumumkan bahwa limbah cair dari pabrik aditif makanan Miwon yang terletak di tepi Kali Surabaya telah membunuh ikan-ikan tersebut. Banyak ikan mati yang tersangkut di pipa pemasukan pasokan air kota di pabrik pengolahan PDAM di Ngagel. Penyumbatan ini, dan kelebihan polusi, mengurangi pasokan air kota hingga 50% selama sekitar enam jam. PDAM harus memperbaiki filter yang rusak, dan butuh waktu sepuluh jam untuk membersihkan tangki penyaringan, yang berbau ikan mati. PT Miwon Membantah telah mencemari Kali Surabaya karena mereka mengaku tidak menghasilkan limbah cair melainkan limbah padat yang dibuang di belakang pabrik. “Produksi kami menggunakan HCl sementara ikan mati terpapar HCN
2.
Minggu
29 Agustus 1975, Melihat tanda-tanda pencemaran berat ini,
dan tanpa perintah dari atasannya, manajer produksi stasiun pompa PDAM Jagir
memutuskan sendiri untuk mematikan
pasokan air kota selama 15 jam, (03.00 – 15.30). Sebagian besar
penduduk tidak mendapatkan air dari keran mereka sampai pukul 5.30 sore, tepat ketika puasa hari itu hampir berakhir
(itu adalah pada akhir bulan puasa
Ramadan tahun 1977). Karena dilarang
dalam hukum Islam untuk menggunakan air yang berbau atau berubah warna,
orang-orang harus melakukan wudhu wajib sebelum shalat subuh dengan pasir (bertayamun). Tidak ada peringatan bahwa
PDAM akan mematikan pasokan air, meskipun itu telah terjadi dua tahun
sebelumnya pada tahun 1975, ketika ada perdebatan sengit antara pemerintah kota
Surabaya dan pemerintah daerah kabupaten Gresik tentang apa yang merupakan
pencemaran. Dampak :
a.
Sementara itu, orang-orang terjebak
di toilet tanpa air untuk membersihkan diri,
b.
Wali Kota Surabaya, yang tidak punya
sumur, harus berkendara sejauh 20 mil ke rumah putranya untuk mandi.
c.
Gubernur tidak punya air untuk
bersuci sebelum salat subuh,
d.
tamu-tamunya Gubernur dari Kanada "dievakuasi" ke luar kota
ke resor perbukitan Tretes untuk hari itu (Tempo, 1977:10-11).
3.
Oktober
1975, lahirnya peraturan lingkungan tentang pencemaran
air.lahirnya tim yang bisa melakukan tindakan administrative terhadap
pencemaran sungai (Tim Komisi Pengendalian pencemaran lingkungan hidup/TKPPLH)
Tugas
TKKPLH
a. untuk
mengatasi pencemaran udara, air, dan tanah.
b. Pemerintah
kabupaten juga didesak untuk membentuk tim mereka sendiri, yang fungsinya
adalah untuk memantau industri-industri yang diduga melakukan pencemaran udara
dan air.
c. Setiap
kasus pencemaran tertentu dan tindakan apa pun yang sedang diambil harus segera
dilaporkan kepada Gubernur
4. 9 April 1976
dilaporkan banyaknya ikan mati dan pada saat itu Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) terpaksa menghentikan produksinya. Industri instalasi Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) telah mendapat kritikan tajam atas layanan penyediaan air yang
buruk kualitasnya. Kali Surabaya tercemar berat khususnya di musim kemarau
dimana debit air kecil dan berakibat kematian banyak ikan dan membuat kualitas
air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) menurun (Jatim Post, 10 April 1976:31) Menyelamatkan Kali Mas di Surabaya (Studi
Tentang Pencemaran dan Penanggulangannya, Tahun 1976-2009) Singgih Hermanto,
Drs. Nawiyanto, M.A., Ph.D. Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra,
Universitas Jember
5.
22
September 1976, Pencemaran Kali Surabaya oleh beberapa
industri di Driyorejo telah terjadi tahun 1975 (AKS, 1975). Sejak saat itu
pencemaranKaliSurabayamenjaditradisi musim kemarau. Indikasi atas terjadinya
pencemaran pada sungai tersebut adalah warna air yang keruh hinga matinya
beberapa ekor ikan secara massal ( SurabayaPost
, 22September1976 - Pencemaran Lingkungan Di Kabupaten Gresik (1970-1994) Ekha
Mar'atus Sholikhah1) Muryadi (VERLEDEN Jurnal Kesejarahan, Vol.11 No.2,
Desember 2017) ).
6.
27
Agustus 1977 Peristiwa pencemaran sungai Juli 1975
terulang lagi. Kali ini pemerintah mengeluarkan instruksi untuk menutup Miwon
dan PT Haka Surabaya Leather (penyamakan kulit). Pabrik-pabrik tersebut ditutup
sementara oleh gubernur baru Sunandar
Priyosudarmo melalui instruksi kepada bupati Gresik. Instruksi gubernur
tersebut mengatakan bahwa Haka Surabaya Leather dan Miwon harus memasang
instalasi pengolahan air limbah sebelum dapat dibuka kembali (Lembaran
Daerah, 1977b; 1977c). Empat pabrik lain yang tidak ditutup juga diperintahkan
untuk menghentikan pencemaran sungai dengan limbah yang tidak diolah 'untuk
sementara waktu' (Lembaran Daerah, 1977d). Alasan
penutupan
a. meningkatnya
tingkat pencemaran dan
b. memburuknya
kualitas air di Bendungan Jagir,
c. lokasi
stasiun pompa utama Ngagel untuk pasokan air kota
d. Instruksi
Gubernur kepada pabrik Miwon mengatakan bukti pencemaran adalah bahwa 'PDAM otoritas air kota tidak dapat
menghilangkan warna keruh dari pasokan air kota. Majalah Tempo melaporkan bahwa
orang-orang mengumpulkan dan memakan ikan mati yang mengambang di sungai,
merayakan keberuntungan mereka 'dengan risiko kulit gatal dan terkelupas'.
e. Airi di dekat stasiun pompa air PDAM di Jagir,
berubah
warna menjadi 'kuning kotor' (kuning jorok), berbau busuk (baunya amis), dan tetap
sama bahkan setelah direbus,
f. ikan-ikan
yang biasanya hidup di dasar sungai mati. (Meskipun tes laboratorium belum
tersedia, apa yang dilihat para pejabat di lokasi Bendungan Jagir merupakan
bukti yang cukup)
7.
Agustus-
September 1977, Penutupan sementara pabrik kulit Haka
dan pabrik bahan tambahan
makanan PT Miwon;
Gubernur Soenandar Priyosudarmo memerintahkan penutupan PT Pakaba, PT Jayabaya, PT Spindo, dan PT Surabaya Wire untuk menghentikan pembuangan limbah ke Sungai Surabaya; melarang
pembangunan pabrik baru di tepiannya (Lembaran Daerah, 1977e). Pada saat yang
sama instruksi dikeluarkan kepada semua 37 bupati dan walikota di provinsi
tersebut untuk secara berkala melakukan inspeksi terhadap industri di daerah
mereka yang diduga menyebabkan pencemaran. Di daerah dengan tingkat pertumbuhan
industri yang tinggi (Gresik, Mojokerto dan Sidoarjo) di mana pencemaran
merupakan masalah serius, gubernur merekomendasikan agar pemerintah daerah
membentuk Komisi Pengendalian Pencemaran mereka sendiri
8.
Desember
1977, Laporan
penelitian dari Institut Pertanian Bogor yang bergengsi tentang pencemaran
Kali. Surabaya mencantumkan 18 industri (berdasarkan jenis produk yang
dihasilkan, nama pabrik masing-masing tidak disebutkan) sebagai sumber utama
pencemaran: pabrik gula, pabrik logam, pabrik yang memproduksi bahan tambahan
memasak, pestisida
9.
1978,
Komposisi TKPPLH di tingkat provinsi, ketuanya adalah kepala BAPPEDA dan dua
wakil ketua adalah kepala Badan Perencanaan Penanaman Modal Daerah (BKPMD) dan
seorang pejabat Departemen Perindustrian. Keanggotaan Komite termasuk wakil
dari departemen lain termasuk Kesehatan, Pekerjaan Umum, Pertanian, Perikanan,
Peternakan, dan Urusan Agraria (Lembaran Daerah, 1978b). Adalah penting bahwa
ketua BKPMD adalah anggota eksekutif TKPPLH, karena ini, dianggap, akan membuat
BKPMD lebih berhati-hati dalam mengeluarkan izin kepada investor di Jawa Timur.
Pada tahun-tahun berikutnya tim ini dikritik karena Pertama terlalu birokratis,
dengan begitu banyak kepentingan yang berpotensi bertentangan sehingga
tidak ada keputusan yang efektif dapat dibuat dan kedua Tidak berpihak pada lingkungan , karena adanya conflict of interest, tim lebih condong
pada pembangunan dari pada lingkungan hidup.
10.
1982,
akibat limbah dari pabrik- pabrik di sepanjang sungai, Soenandar Priyosudarmo Membentuk KPPLH
melalui Instruksi Gubernur
11.
Juli
1985,
Gubernur Wahono, KPPLH mensurvei instalasi pengolahan limbah dari pabrik-pabrik di sepanjang Sungai
Surabaya, Beberapa pabrik pencemar
(PT MW, PT SPM, PT SAIPK, PT
SMB, dan PGG) membuat pernyataan tertulis bahwa mereka akan mengambil tindakan
untuk mencegah pencemaran Sungai Brantas selambat- lambatnya pada akhir
Desember 1985
12.
12
Nopember 1987 akibat
limbah dari pabrik-pabrik di sepanjang sungai, terjadi Pencemaran berat
di Kali Surabaya, Wakil Gubernur Trimarjono mengunjungi 5 pabrik (Pabrik gula Gempol Kerep, pabrik
kertas Surabaya Agung, pabrik makanan Mekabox, pabrik makanan Miwon, dan pabrik
kertas Suparma) dan meminta
mereka untuk membangun instalasi pengolahan limbah. Menteri
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim mengunjungi pabrik Miwon dan Mekabox
pada bulan Desember ("Akhir
Desember, Vonis Emil Salim Kepada Pencemar Kali Surabaya", SP, 18/11/1987). Pabrik Miwon dan Mekabox berjanji di hadapan Menteri untuk
membangun instalasi pengolahan limbah selambat- lambatnya pada Desember 1987 ("Akhir
Desember, Vonis Emil Salim Kepada Pencemar Kali Surabaya", SP, 18/11/1987). Ini adalah kedua
kalinya pabrik-pabrik ini berjanji untuk memasang instalasi pengolahan limbah,
pertama kali pada tahun 1985
13.
28
Agustus 1994 (gubernur Basofi Soedirman) Asisten
Gubernur Masdoeki bersama rombongan melakukan
perjalanan menyusuri sungai untuk menyelidiki beberapa
pabrik. Gubernur Wahono.
Karena banyak perusahaan tetap bandel (bandel), Masdoeki mengatakan akan
melaporkan pabrik-pabrik pencemar
ke polisi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar