Rabu, 23 April 2025

KRONOLOGI TRAGEDI IKAN MATI MASSAL KALI SURABAYA 1972-1994


1. 


   2 Juli 1975, Insiden pencemaran besar pertama di Surabaya yang dilaporkan di pers lokal, ketika sejumlah besar ikan mati di Kali Surabaya dekat Wonokromo. Sementara orang-orang yang tinggal di sepanjang sungai dengan cepat mengumpulkan ikan mabuk untuk dimakan, sekretaris kotamadya Surabaya mengumumkan bahwa limbah cair dari pabrik aditif makanan Miwon yang terletak di tepi Kali Surabaya telah membunuh ikan-ikan tersebut. Banyak ikan mati yang tersangkut di pipa pemasukan pasokan air kota di pabrik pengolahan PDAM di Ngagel. Penyumbatan ini, dan kelebihan polusi, mengurangi pasokan air kota hingga 50% selama sekitar enam jam. PDAM harus memperbaiki filter yang rusak, dan butuh waktu sepuluh jam untuk membersihkan tangki penyaringan, yang berbau ikan mati. PT Miwon Membantah telah mencemari Kali Surabaya karena mereka mengaku tidak menghasilkan limbah cair melainkan limbah padat yang dibuang di belakang pabrik. “Produksi kami menggunakan HCl sementara ikan mati terpapar HCN

 

2.      Minggu 29 Agustus 1975, Melihat tanda-tanda pencemaran berat ini, dan tanpa perintah dari atasannya, manajer produksi stasiun pompa PDAM Jagir memutuskan sendiri untuk mematikan pasokan air kota selama 15 jam, (03.00 – 15.30). Sebagian besar penduduk tidak mendapatkan air dari keran mereka sampai pukul 5.30 sore, tepat ketika puasa hari itu hampir berakhir (itu adalah pada akhir bulan puasa Ramadan tahun 1977). Karena dilarang dalam hukum Islam untuk menggunakan air yang berbau atau berubah warna, orang-orang harus melakukan wudhu wajib sebelum shalat subuh dengan pasir (bertayamun). Tidak ada peringatan bahwa PDAM akan mematikan pasokan air, meskipun itu telah terjadi dua tahun sebelumnya pada tahun 1975, ketika ada perdebatan sengit antara pemerintah kota Surabaya dan pemerintah daerah kabupaten Gresik tentang apa yang merupakan pencemaran. Dampak :

a.      Sementara itu, orang-orang terjebak di toilet tanpa air untuk membersihkan diri,

b.      Wali Kota Surabaya, yang tidak punya sumur, harus berkendara sejauh 20 mil ke rumah putranya untuk mandi.

c.       Gubernur tidak punya air untuk bersuci sebelum salat subuh,

d.      tamu-tamunya Gubernur dari Kanada "dievakuasi" ke luar kota ke resor perbukitan Tretes untuk hari itu (Tempo, 1977:10-11).

 

3.      Oktober 1975, lahirnya peraturan lingkungan tentang pencemaran air.lahirnya tim yang bisa melakukan tindakan administrative terhadap pencemaran sungai (Tim Komisi Pengendalian pencemaran lingkungan hidup/TKPPLH)

Tugas TKKPLH

a.       untuk mengatasi pencemaran udara, air, dan tanah.

b.      Pemerintah kabupaten juga didesak untuk membentuk tim mereka sendiri, yang fungsinya adalah untuk memantau industri-industri yang diduga melakukan pencemaran udara dan air.

c.       Setiap kasus pencemaran tertentu dan tindakan apa pun yang sedang diambil harus segera dilaporkan kepada Gubernur

 

4.      9 April 1976 dilaporkan banyaknya ikan mati dan pada saat itu Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) terpaksa menghentikan produksinya. Industri instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) telah mendapat kritikan tajam atas layanan penyediaan air yang buruk kualitasnya. Kali Surabaya tercemar berat khususnya di musim kemarau dimana debit air kecil dan berakibat kematian banyak ikan dan membuat kualitas air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) menurun (Jatim Post, 10 April 1976:31) Menyelamatkan Kali Mas di Surabaya (Studi Tentang Pencemaran dan Penanggulangannya, Tahun 1976-2009) Singgih Hermanto, Drs. Nawiyanto, M.A., Ph.D. Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Jember

 

5.      22 September 1976, Pencemaran Kali Surabaya oleh beberapa industri di Driyorejo telah terjadi tahun 1975 (AKS, 1975). Sejak saat itu pencemaranKaliSurabayamenjaditradisi musim kemarau. Indikasi atas terjadinya pencemaran pada sungai tersebut adalah warna air yang keruh hinga matinya beberapa ekor ikan secara massal ( SurabayaPost , 22September1976 - Pencemaran Lingkungan Di Kabupaten Gresik (1970-1994) Ekha Mar'atus Sholikhah1) Muryadi (VERLEDEN Jurnal Kesejarahan, Vol.11 No.2, Desember 2017)     ).

6.      27 Agustus 1977 Peristiwa pencemaran sungai Juli 1975 terulang lagi. Kali ini pemerintah mengeluarkan instruksi untuk menutup Miwon dan PT Haka Surabaya Leather (penyamakan kulit). Pabrik-pabrik tersebut ditutup sementara oleh gubernur baru Sunandar Priyosudarmo melalui instruksi kepada bupati Gresik. Instruksi gubernur tersebut mengatakan bahwa Haka Surabaya Leather dan Miwon harus memasang instalasi pengolahan air limbah sebelum dapat dibuka kembali (Lembaran Daerah, 1977b; 1977c). Empat pabrik lain yang tidak ditutup juga diperintahkan untuk menghentikan pencemaran sungai dengan limbah yang tidak diolah 'untuk sementara waktu' (Lembaran Daerah, 1977d). Alasan penutupan

a.       meningkatnya tingkat pencemaran dan

b.      memburuknya kualitas air di Bendungan Jagir,

c.       lokasi stasiun pompa utama Ngagel untuk pasokan air kota

d.      Instruksi Gubernur kepada pabrik Miwon mengatakan bukti pencemaran adalah bahwa 'PDAM otoritas air kota tidak dapat menghilangkan warna keruh dari pasokan air kota. Majalah Tempo melaporkan bahwa orang-orang mengumpulkan dan memakan ikan mati yang mengambang di sungai, merayakan keberuntungan mereka 'dengan risiko kulit gatal dan terkelupas'.

e.        Airi di dekat stasiun pompa air PDAM di Jagir,  berubah warna menjadi 'kuning kotor' (kuning jorok), berbau busuk (baunya amis), dan tetap sama bahkan setelah direbus,

f.       ikan-ikan yang biasanya hidup di dasar sungai mati. (Meskipun tes laboratorium belum tersedia, apa yang dilihat para pejabat di lokasi Bendungan Jagir merupakan bukti yang cukup)  

7.      Agustus- September 1977, Penutupan sementara pabrik kulit Haka dan pabrik bahan tambahan makanan PT Miwon; Gubernur Soenandar Priyosudarmo memerintahkan penutupan PT Pakaba, PT Jayabaya, PT Spindo, dan PT Surabaya Wire untuk menghentikan pembuangan limbah ke Sungai Surabaya; melarang pembangunan pabrik baru di tepiannya (Lembaran Daerah, 1977e). Pada saat yang sama instruksi dikeluarkan kepada semua 37 bupati dan walikota di provinsi tersebut untuk secara berkala melakukan inspeksi terhadap industri di daerah mereka yang diduga menyebabkan pencemaran. Di daerah dengan tingkat pertumbuhan industri yang tinggi (Gresik, Mojokerto dan Sidoarjo) di mana pencemaran merupakan masalah serius, gubernur merekomendasikan agar pemerintah daerah membentuk Komisi Pengendalian Pencemaran mereka sendiri

8.      Desember 1977,  Laporan penelitian dari Institut Pertanian Bogor yang bergengsi tentang pencemaran Kali. Surabaya mencantumkan 18 industri (berdasarkan jenis produk yang dihasilkan, nama pabrik masing-masing tidak disebutkan) sebagai sumber utama pencemaran: pabrik gula, pabrik logam, pabrik yang memproduksi bahan tambahan memasak, pestisida

9.      1978, Komposisi TKPPLH di tingkat provinsi, ketuanya adalah kepala BAPPEDA dan dua wakil ketua adalah kepala Badan Perencanaan Penanaman Modal Daerah (BKPMD) dan seorang pejabat Departemen Perindustrian. Keanggotaan Komite termasuk wakil dari departemen lain termasuk Kesehatan, Pekerjaan Umum, Pertanian, Perikanan, Peternakan, dan Urusan Agraria (Lembaran Daerah, 1978b). Adalah penting bahwa ketua BKPMD adalah anggota eksekutif TKPPLH, karena ini, dianggap, akan membuat BKPMD lebih berhati-hati dalam mengeluarkan izin kepada investor di Jawa Timur. Pada tahun-tahun berikutnya tim ini dikritik karena Pertama terlalu birokratis, dengan begitu banyak kepentingan yang berpotensi bertentangan sehingga tidak ada keputusan yang efektif dapat dibuat dan kedua Tidak berpihak pada lingkungan , karena adanya conflict of interest, tim lebih condong pada pembangunan dari pada lingkungan hidup.

10.  1982, akibat limbah dari pabrik- pabrik di sepanjang sungai, Soenandar Priyosudarmo Membentuk KPPLH melalui Instruksi Gubernur

11.  Juli 1985, Gubernur Wahono, KPPLH mensurvei instalasi pengolahan limbah dari pabrik-pabrik di sepanjang Sungai Surabaya, Beberapa pabrik pencemar (PT MW, PT SPM, PT SAIPK, PT SMB, dan PGG) membuat pernyataan tertulis bahwa mereka akan mengambil tindakan untuk mencegah pencemaran Sungai Brantas selambat- lambatnya pada akhir Desember 1985

12.  12 Nopember 1987 akibat limbah dari pabrik-pabrik di sepanjang sungai, terjadi Pencemaran berat di Kali Surabaya, Wakil Gubernur Trimarjono mengunjungi 5 pabrik (Pabrik gula Gempol Kerep, pabrik kertas Surabaya Agung, pabrik makanan Mekabox, pabrik makanan Miwon, dan pabrik kertas Suparma) dan meminta mereka untuk membangun instalasi pengolahan limbah. Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim mengunjungi pabrik Miwon dan Mekabox pada bulan Desember ("Akhir Desember, Vonis Emil Salim Kepada Pencemar Kali Surabaya", SP, 18/11/1987). Pabrik Miwon dan Mekabox berjanji di hadapan Menteri untuk membangun instalasi pengolahan limbah selambat- lambatnya pada Desember 1987 ("Akhir Desember, Vonis Emil Salim Kepada Pencemar Kali Surabaya", SP, 18/11/1987). Ini adalah kedua kalinya pabrik-pabrik ini berjanji untuk memasang instalasi pengolahan limbah, pertama kali pada tahun 1985

13.  28 Agustus 1994 (gubernur Basofi Soedirman) Asisten Gubernur Masdoeki bersama rombongan melakukan perjalanan menyusuri sungai untuk menyelidiki beberapa pabrik. Gubernur Wahono. Karena banyak perusahaan tetap bandel (bandel), Masdoeki mengatakan akan melaporkan pabrik-pabrik pencemar ke polisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Populer