Sabtu, 12 Desember 2020

KENDALIKAN MIKROPLASTIK KURANGI PLASTIK SEKALI PAKAI

mikroplastik
Mikroplastik Kenjeran Berasal dari Sampah Plastik Kali Surabaya Pencemaran mikroplastik di Pesisir Surabaya bersumber dari Kali Surabaya anak Kali Brantas, karena Sungai sepanjang 430 km yang melewati 15 kota/kabupaten bermuara di Pesisir Surabaya (Kali Wonokromo bermuara di Pantai Timur Surabaya dan Kali Mas bermuara di Pesisir Utara Surabaya) padahal Kali Brantas diketahui tercemar oleh mikroplastik yang bersumber dari timbunan sampah plastik dari sampah domestic ataupun dari industry kertas dan industry manufaktur lainnya yang membuang limbah cair ke Kali Brantas dan Kali Surabaya. Tahun 2018 ecoton menemukan 72% ikan yang ada di Kali Brantas mengkonsumsi mikroplastik. 42% sampah yang terapung di Kali Surabaya adalah plastik, bahkan pada agustus 2020 kelompok Perempuan Pejuang kali Surabaya menemukan 303 timbulan sampah plastik sepanjang Kali Surabaya, 80% timbulan sampah berupa sachet, tas kresek dan bungkus makanan/minuman. Bungkus plastik ini merupakan food packaging dari 4 produsen consumer good Wings Surya, Indofood, Unilever dan garuda food. “Sumber mikroplastik berasal dari sampah plastik seperti tas kresek, Styrofoam, sedotan, bungkus plastik, sampah popok dan bahan plastik lainnya yang dibuang oleh manusia di sungai, perilaku ini disebabkan tidak tersedianya tempat sampah yang cukup,”Ungkap Tonis Afrianto, lebih lanjut alumni Komunikasi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ini menyebutkan bahwa saat ini pelayanan sampah hanya menjangkau kurang dari 40% sehingga masih banyak masyarakat yang tidak terlayani sehingga membuang sampah ke sungai. Mendesak Regulasi Larangan Plastik Sekali Pakai Lembaga kajian ekologi dan konservasi lahan basah (ecoton) mendorong dibuatnya regulasi tentang pengurangan atau pelarangan penggunaan plastik sekali Pakai. Di Indonesia sudah ada lebih dari 40 Perda/Pergub di Indonesia yang berisi larangan penggunaan plastik sekali Pakai. Salah satunya Pergub Bali No.97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai “Dalam Pergub Bali 97/2018 ada tiga bahan mengandung plastik yang dilarang penggunaannya di Provinsi Bali yaitu Kantong plastik, polysterina (Styrofoam) dan sedotan plastik,” Ujar Tonis Afrianto, lebih lanjut manager Kampanye Ecoton ini menyatakan dalam Pergub tersebut juga melarang untuk memproduksi, mendistribusikan, memasok dan menyediakan plastik sekali pakai di Wilayah Provinsi Bali.
Mikroplastik merupakan remah-remah atau serpihan plastik berukuran <5 330="" adalah="" airminum="" asalnya="" bahan="" benang="" berasal="" blockquote="" botol="" butiran-butiran="" cuilan="" dan="" dari="" di="" fiber="" filamen="" foam="" fragmen="" granula="" hingga="" jenis="" kecil="" kosmetik="" kresek="" lebih="" lembaran="" mikrobeads="" mikron="" mikroplastik="" mm="" nano="" pakai="" pembersih="" perairan="" plastik="" polyester="" scrub="" sedangkan="" sedotan="" sekali="" serat="" serpihan="" sintetik="" styrofoam="" surabaya="" tas="" ukurannya="" untuk="" wajah="" yang=""> Pikul Bareng, Mulai memilah dari Rumah dan Kurangi Plastik Sekali Pakai Pilah sampah, Mendorong regulasi pada tingkat Perda kab/kota di Kali Brantas agar masyarakat melakukan pemilahan sampah mulai dari rumah. Jenis sampah Rumah tangga di Jatim 60%-70% adalah sampah organic yang bisa dibuang kompos, 18% bisa didaurulang, 12% sampah residu yang tidak bisa didaur ulang dan sampah lainnya. “Jika mulai dari rumah sampah di pilah maka 60-70% sampah bisa dikurangi,” ungkap Tonis Afrianto. Kurangi plastik sekali pakai, sampah plastic sulit didaur ulang dan mencemari sungai dan laut menimbulkan ancaman serius pada ketahanan pangan laut. Layani angkutan dan fasilitas pengangkutan Sampah, Pemerintah harus menyediakan pelayanan sehingga sampah tidak dibuang ke sungai, Batasi Sampah Plastik dengan Perda Larangan Plastik Sekali Pakai, Anggaran Memadai untuk edukasi dan sarana pengelolaan sampah, Mendorong produsen untuk Rekayasa Desain Kemasan Ramah Lingkungan dan mengurangi pemakaian plastic sekali pakai/sachet.
sampah plastik

Jumat, 11 Desember 2020

Air Bengawan Solo Tercemar Logam Berat Ancam Budidaya Perikanan

Hasil pengukuran kualitas air Bengawan Solo yang dilakukan pada 13 Agustus 2020 oleh Lembaga Kajian ekologi dan konservasi lahan basah (Ecoton) didukung oleh Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik. Hasil pengukuran kualitas air menunjukkan telah terjadi pencemaran di Hilir Bengawan Solo wilayah Kecamatan Bungah dan Kecamatan Sidayu. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di jembatan sembayat Bungah, Desa Legowo dan Tajungsari kecamatan Sidayu. Bengawan Solo yang ada di wilayah Gresik dikategorikan sebagai air sungai Kelas III mengacu pada Perda 2/2008 yang menetapkan bahwa air sungai kelas III diperuntukkan untuk budidaya perikanan dan tanaman. “Beberapa parameter yang diukur menunjukkan bahwa keadaan bengawan Solo di Kabupaten Gresik tidak memenuhi baku mutu air Kelas III berdasarkan Perda Provinsi Jawa Timur 2/2008 tentang pengendalian pencemaran dan pengelolaan kualitas air,” Ungkap Daru Setyorini peneliti Senior Ecoton, lebih lanjut Doktor lulusan Unibraw ini menunjukkan bahwa parameter yang melebihi baku mutu adalah BOD/Biological Oxigen Demand, pH atau kadar keasaman air, Zat padat terlarut (TDS/Total Dissolved Solid), Logam Berat Tembaga, Timbal, Khrom, nitrit dan khlorin Bebas.
kandungan logam berat diwilayah Gresik cukup tinggi dan dapat mengancam kelangsungan budidaya perikanan di Wilayah Sidayu dan Ujung Pangkah
Pencemaran Industri Tekstil Tingginya kadar TDS dalam air mengindikasikan banyaknya ion-ion logam berat didalam air bengawan Solo, kadar logam berat yang melebihi baku mutu di ketiga lokasi adalah Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu), bahkan di daerah Pelelangan Ikan Tajungsari Kecamatan Sidayu kadar Khrom/Cr(0,12 mg/L) dua kali lipat dari standar baku mutu air kelas III sebesar 0,05 mg/L. Ketiga jenis logam berat (Cu, Pb, Cr) umumnya digunakan dalam industri tekstil dalam mengikat pigmen pewarna tekstil. “Bengawan Solo mengalir dari wilayah hulu di Jawa Tengah melewati sukoharjo dan Solo yang dikenal sebagai kawasan industri tekstil sehingga patut diduga kuat bahwa polutan logam berat yang ada di Hilir (wilayah Gresik) berasal dari industri Tekstil,” Ujar Daru Setyorini, lebih lanjut Daru menyatakan bahwa kandungan logam berat diwilayah Gresik cukup tinggi dan dapat mengancam kelangsungan budidaya perikanan di Wilayah Sidayu dan Ujung Pangkah. Pencemaran serius lainnya adalah kandungan Nitrit dam Khlorin selain berasal dari sumber limbah domestik senyawa kimia nitrit juga berasal dar pupuk yang banyak digunakan dalam budidaya perikanan. Upaya pengendalian pencemaran dan pemulihan kualitas air bengawan solo di Wilayah Gresik mutlak dilakukan karena air bengawan solo menjadi kebutuhan vital budidaya perikanan di wilayah Manyar, Sidayu dan Ujungpangkah. Pengendalian Pencemaran Ecoton mendorong pemerintah untuk melakukan upaya pengendalian pencemaran melalui 1. Inventarisasi sumber-sumber pencemaran yang ada di Bengawan Solo 2. Upaya penertiban dan penegakan ketaatan pelaku usaha agar limbah cair yang dibuang ke bengawan solo sesuai dengan baku mutu melalui kegiatan patroli sungai dan pembentukan relawan bengawan Solo yang dapat menjadi Mitra DLH propinsi atau DLH kabupaten dalam upaya monitoring kualitas air Karena bengawan Solo merupakan sungai Nasional maka kewenangan pengelolaannya ada di Pemerintah Pusat, maka diperlukan kejelasan pembagian tugas dan kewenangan dalam upaya a. monitoring kualitas air, b. ketaatan industri yang membuang limbah di bengawan solo, c. penegakan hukum, d. upaya pemulihan kualita air. Selama ini tidak ada kejelasan strategi dan pembagian tugas kewenangan antara pusat daerah dan antar instansi sehingga bengawan solo makin terpuruk kualitas airnya.

WATERBUGS CENSUS Incorporation of Habitat Assessment in Volunteer River Biomonitoring

The Asian region continues to face serious water quality issues that contribute to freshwater scarcity, ill-health and even deaths. Rivers in Asia are Highly polluted with industrial waste and domestic waste. Many of the region’s rivers contain up to 3 times the world average of human waste derived bacteria (measured in faecal coliform). Industrial pollution levels, indicated by BOD (biological Oxygen demand) emissions per USD 1,000 of GDP, are highest in some Central and Northeast Asian Countries followed by south Asian Countries. Major sources of pollution are industries producing metals, paper and pulp, textilles and food and beverages. The mining industry is also a significant contributor. Agricultural production in the region increased 62% from 1990 to 2002 and consumtion of mineral fertilizer increased 15%. Exceedingly high level of nutrients were found in 50% of river in Asian region. High nutriens levels caused eutrophication, including algae blooms that severely damage freshwater ecosystems and hinder their provision of vital environmental services to people (Alexander E.V. Evans, Munir A. Hanjar, Yunlu Jiang, Manzoor Qadir and Pay Drechsel. 2012 Water Pollution in Asia : The Urgent Need for Prevention and Monitoring. Global Water Forum - UNESCO). In 2011, Indonesian Environmental Ministry monitored river water quality in 33 provinces. The result was shocking. Out of 51 major rivers in Indonesia, 32 rivers were heavily polluted and 16 rivers were moderately polluted. Only one river still met the quality standard, namely Lariang River in Central Sulawesi. One of the efforts made by the Environment Ministry of Indonesia is to alert the regional governments to improve the water quality measurement as a policy base in each region. Dealing with the river pollution issue Ecological Observation and Wetlands Conservation (ecoton ) promote Incorporation of Habitat Assessment in Volunteer River Biomonitoring. River degradation is also caused by lack of environmental awareness and lack of community participation in river conservation. Most of people in the community are not aware of the river’s potential and its biodiversity, and with people not caring for the river they tend to treat the river without respect. To build community awareness and encourage community participation in river conservation, we need to bring people to touch the river waters and explore the wildlife. River health assessment through biomonitoring using macroinvertebrate animals is a way to introduce river wildlife and to know the food chains in river ecosystem. Biomonitoring is also a powerful and inexpensive tool to indicate water quality of the river. By knowing the river health and its water quality, we can develop river restoration plan appropriately according to the stressors and level of disturbances that involving community participation in the whole process. The incorporation of habitat assessment in river biomonitoring gives more strength to the accuracy of river biomonitoring results and moves the organization forward to promote collaborative action on stream restoration to prevent environmental degradation in the watershed. More people now understand that the river is a continuum, where river degradation upstream will destroy the whole watershed that we need to maintain the continuous flow of water and flow of energy source in river, i.e. the leaves that fall into the stream from the vegetation along the riparian area. Ecoton involved more local community groups not only to reduce pollution loads into the river, but also to protect riparian area as wildlife habitat and energy source for the river ecosystem. WATERBUGS CENSUS Biomonitoring an evaluation of the condition of a water body using biological surveys and other direct measurements of the resident biota in surface waters, such as Benthic macroinvertebrates- organisms that inhabit bottom substrates for at least part of their life cycle and are retained by a 200µm to 500µm mesh. Commonly macroinvertebratae dominated by waterbugs. And Community around the rivers more familiar with waterbugs than Makroinvertebratae. So we called river biomonitoring as Waterbugs Census Waterbugs Census has been widely used in many countries. Macroinvertebrate comprises various animals ranged from very sensitive to very tolerant to water pollution. Waterbugs Census is easy, cheap and accurate that can be done by anyone with various levels of education and age. ECOTON started river biomonitoring since 2002 through exploratory study to identify macroinvertebrate diversity, water pollution assessment in Brantas River, and published Guide Book to Macroinvertebrate for Brantas River. ECOTON trained government officers, teachers and students from more than 100 schools in East Java, Sumatera, Kalimantan and Sulawesi. Environmental authorities support ECOTON activity to introduce biomonitoring and encourage community participation in river conservation. This methode bring people to touch with the river, to assess river health using simple biomonitoring techniques, to build awareness on river condition and its recilience, and to promote empathy of the community to adjust consumption and waste disposal below the river carrying capacity. Waterbugs Census objectives are: (1) to promote awareness of community in watershed to participate in river monitoring and pollution prevention, (2) to introduce biomonitoring principles and techniques to the community in watershed, (3) to propose the provincial government to include macroinvertebrate as key parameter in regular river monitoring program. WATER POLICE This group is establish by junior high school student of Wonosalam state school in 2009 their activities are monitoring river quality using macroinvertebrata and put a red flag as sign that the water body is polluted, yellow flag for medium polluted and green flag for save water body or unpolluted. This activities held every month. Sometime they clean up the river with collect the garbage, plastic, solid waste and diapers that disposed at waterbody. At the beginning this activities is difficult and faced big challenge from parent, community live along the river, but after 3 years community realized that the water police action bring awareness among the people that community had responsibility to manage and preserve the river. PARTNERSHIP WATER MONITORING Group of Partnership for Water quality Monitoring (PWQM) promote by Municipal Environmental biro and community at up stream area. Recently This model adopted and become a model to conserve water spring by Environmental Protection Agencies (EPA) of East Java Province. This partnership involved student, local government at village and distric level, peasant groups, forestry biro and EPA of Jombang municipal. Every 2 month they monitoring the water quality using macroinvertebratae and habitat assessment. Dissucion among the PWQM member is become collaborative action on stream restoration to prevent environmental degradation in the watershed. Every month PWQM member planting tree sorounding the waterspring and promote to the community for wise used of water and every three month City major received water monitoring result and became guideline for water quality management.

MIKROPLASTIK CEMARI PANTAI DAN IKAN PERAIRAN LAMONGAN

Timbulan sampah yang didominasi plastik yang terpapar matahari, terendam air dan mengalami perlakuan fisik alami berupa naik turunnya air laut menyebabkan sampah plastik terurai menjadi serpihan-serpihan atau remah plastik berukuran mikro yang bias disebut mikroplastik. Mikroplastik merupakan remah atau serpihan plastik berukuran <5 mm hingga 330 mikron (0,33mm) sedangkan untuk plastik jenis nano ukurannya lebih kecil dari 330 mikron, di alam terdapat 2 jenis yakni Mikroplastik Primer yang dibuat dalam ukuran kecil oleh perusahaan salah satunya Microbeads yang dicampurkan dalam pasta gigi, scrub, sabun cuci muka dan bahan kosmetik, jenis kedua adalah Mikroplastik Sekunder yang berasal dari remahan plastik berukuran besar contohnya Kresek, Sedotan, Sachet, Botol Sekali Pakai, dan Styrofoam. Yuwandita (2018) dari Universitas Brawijaya malang melaporkan adanya kelimpahan mikroplastik pada sedimen di Pesisir Lamongan yakni di kecamatan Paciran (Pantai Boom) dan Brondong (Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, muara sungai Pelabuhan Laut Sedayulawas, dan Pantai Kutang). Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan mikroplastik yang ditemukan pada sampel sedimen di semua stasiun penelitian dari kedalaman 0 - 5 cm dan 5 - 10 cm adalah sebanyak 178 partikel dari luasan 50x50 cm. Jenis mikroplastik yang paling banyak adalah jenis fiber berbentuk seperti benang sebesar 86% dan cuilan-cuilan atau fragmen sebesar 12%. Selain itu, mikroplastik juga ditemukan dalam ikan yang dilaporkan oleh Handaryono (2018) di Desa Labuhan Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan partikel mikroplastik ditemukan pada 70% ikan yang ada di tambak. Buruknya managemen pengelolaan sampah berupa pembuangan sampah di Bantaran sungai, pesisir dan perairan menjadi menyebab utama kontaminasi mikroplastik diperairan dan perikanan. “Sampah plastik yang ditimbun di tepi sungai, pantai dan diperairan pesisir menjadi sumber pencemaran mikroplastik di ekosistem perairan pantura Lamongan, jika tidak dikendalikan maka kedepan akan menjadi ancaman serius potensi perikanan di pantura Jawa,” Ungkap Eka Clara Budiarti peneliti mikroplastik ecoton.

PANTURA LAMONGAN TERCEMAR MIKROPLASTIK

Pantai Utara Lamongan darurat Mikroplastik akibat malmanagemen pengelolaan sampah, Sungai sudetan bengawan Solo di Sedayulawas dan kasawan Pesisir dijadikan tempat pembuangan sampah. Pantai Paciran dan Pantai Brondong diketahui mengandung mikroplastik. Di perlukan upaya Pemkab Lamongan untuk menyediakan sarana kontainer sampah residu yang tidak bisa didaurulang seperti sachet dan tas kresek. Mendorong dibangunnya Tempat Pembuangan Sampah Sementara 3R. Selama tiga hari (15-17 September 2020) Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) bekerja sama dengan komunitas pemuda peduli lingkungan Rumah Kreatif Mencorek Dusun Mencorek Desa Sendangharjo kecamatan Brondong dan Cakrawala Surya (Kelompok Mahasiswa/i Pecinta Alam Universitas Muhammadiyah Lamongan) melakukan kegiatan penyusuran timbulan sampahdisekitar Sungai Bengawan Solo mulai dari bendungan karet Sedayulawas hingga muara. Hasil dari penyusuran ditemukan 9 timbulan sampah kecil (1-2 m) hingga besar ( >5 m). timbulan Sampah didominasi jenis sampah Plastik dan sachet. Sampah plastik ini akan hanyut kedalam perairan menuju laut (80% berasal dari sampah dari daratan/sungai). Kegiatan brand audit timbulan sampah untuk mengetahui brand – brand yang sering digunakan oleh warga sekitar. Hasil brand audit tersebut didapatkan yakni ada top 3 perusahaan penyumbang sampah plastik Wings Group , Unilever dan Procter and Gamble Company. Kegiatan penimbunan dan pembakaran sampah di Bantaran sudetan bengawan Solo Sedayulawas dan timbulan sampah di pantai Brondong dan Paciran menunjukkan tidak adanya tanggungjawab Pemerintah dalam pengelolaan sampah yang diamanatkan dalam UU 18/2008 Tentang pengelolaan Sampah yang melarang kegiatan pembakaran sampah secara terbuka.

Kamis, 10 Desember 2020

PANTAI TIMUR SURABAYA TERKONTAMINASI MIKROPLASTIK

Mikroplastik jenis fragmen berwarna biru nampak dilayar monitor yang tersambung dengan mikroskop binokuler, mikroplastik ini ditemukan di sample air yang diambil di tambak wedi perairan timur Surabaya. Pengamatan dilakukan di laboratorium Inspirasi 10 Desember 2020 Perairan timur Surabaya di Kenjeran hingga Tambak Wedi saat ini telah terkontaminasi mikroplastik, temuan terbaru ECOTON (Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah) Desember 2020 menunjukkan dalam seratus liter air laut di Kenjeran hingga Tambak Wedi mengandung 195 partikel hingga 598 partikel. Di wilayah timur (Gununganyar) jumlah mikroplastik yang ditemukan lebih sedikit 89 pertikel-124 partikel dalam setiap 100 liter air. Kondisi ini mengkhawatirkan karena kawasan pesisir Timur Surabaya adalah daerah tangkapan perikanan bagi nelayan. Air yang telah terkontaminasi mikroplastik berpengaruh pada kualitas perikanan. “Selain di perairan ada temuan lain yang menunjukkan bahwa sedimen, kerang dan udang dikawasan timur Surabaya juga telah terkontaminasi mikroplastik,” Ungkap Eka Chlara Budiarti (25) peneliti mikroplastik ECOTON, lebih lanjut alumni Jurusan Kimia Universitas Diponegoro Semarang ini menyatakan bahwa dalam uji rapid test mikroplastik yang dilakukan oleh Anisa Ayudiah Universitas Hang Tuah Surabaya terhadap kerang hijau di kenjeran dan tambak wedi telah terkontaminasi mikroplastik sebesar 10-20 partikel dalam satu ekor. “Mikroplastik adalah serpihan plastik berukuran kurang dari 5 mm. Jenis mikroplastik yang ditemukan dalam tubuh kerang adalah jenis fiber, fragmen dan filament. Sumber mikroplastik umumnya berasal dari limbah cair domestik dari pemukiman dan industri yang ada disepanjang DAS Brantas. Selain itu, sampah plastik seperti tas kresek, sedotan, styrofoam, bungkus plastik dan sachet juga bisa membentuk mikroplastik karena teronggok di bantaran kemudian terbawa aliran sungai dan terpapar sinar matahari yang membuatnya terdegradasi menjadi serpihan plastic kecil yang disebut mikroplastik,” imbuhnya.
Pengambilan sample air diperairan Timur Surabaya dilakukan pada Senin 16 Nopember 2020 Pada Agustus 2020, Kelompok Perempuan Pejuang Kali Surabaya telah melaporkan terdapat 313 timbulan sampah disepanjang bantaran Kali Surabaya, sedangkan pada Tahun 2019 ECOTON juga menemukan bahwa 11 industri kertas di sepanjang DAS Brantas yang mana menjadi sumber terbentuknya mikroplastik. “Sebanyak 80% sampah yang ada di perairan laut berasal dari sungai yang mana 42% adalah jenis sampah plastik. Dari hasil penelitian mahasiswa Universitas Hang Tuah diimungkinkan juga mikroplastik adalah hasil akumulasi kontaminan dari sungai Kali Surabaya” Ungkap Eka Chlara Budiarti, lebih lanjut Chlara menyebutkan dalam masa pandemi jumlah sampah plastik meningkat karena masyarakat lebih cenderung membeli kebutuhan menggunakan packaging plastik baik membeli secara online atau belanja langsung untuk dibawa pulang. Gempuran sampah plastik di masa ini pada gilirannya akan menimbulkan pencemaran mikroplastik di perairan menjadi semakin meningkat. Awal tahun 2020 Penelitian Teknik lingkungan ITS, Fakultas Saintek UNAIR dan ECOTON menunjukkan bahwa air Kali Surabaya telah terkontaminasi mikroplastik. Temuan mikroplastik di ekosistem Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) sangat mengkhawatirkan karena disana sebagai tempat bertumpunya perekonomian nelayan-nelayan Surabaya. “Pamurbaya menjadi daerah tangkapan perikanan seperti ikan, udang, kepiting dan kerang sehingga dengan temuan kontaminasi mikroplastik ini akan menjadi ancaman baru bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsi pangan ikan yang berasal dari Pamurbaya,” Ungkap Eka Chlara Budiarti
Peneliti melakukan pengamatan dengan mikroskop binokuler untuk mengidentifikasi jenis mikroplastik di Udang Untuk mengendalikan kontaminasi mikroplastik di perairan maka ECOTON: Pertama Mendorong upaya pengurangan sumber mikroplastik, perlunya kebijakan untuk mengurangi atau pelarangan penggunaan plastik sekali pakai seperti Tas kresek, Sachet, Sedotan, Styrofoam. Saat ini di Indonesia terdapat 42 Kota/kabupaten dan Propinsi yang memiliki Peraturan Daerah pembatasan dan pelarangan pemakaian plastik sekali pakai. Kedua Melakukan Kajian lebih lanjut untuk menetukan kawasan tangkap nelayan yang minim kontaminasi mikroplastik, Perlu ada kajian lebih luas tentang kontaminasi mikroplastik di Kawasan Pamurbaya untuk menentukan zona-zona berdasarkan tingkat kontaminasi mikroplastik, sehingga bisa ditetapkan kawasan dengan minim kontaminasi mikroplastik sebagai zona tangkap

Populer