Kamis, 26 Maret 2020

4 RAMUAN KESEMBUHAN SUNGAI BRANTAS


 Sungai Brantas saat ini sedang flu berat (tetapi semoga bukan karena Virus Corona/Convid-19 yang mematikan) karena Sungai Brantas masih harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jatim maka Sungai Brantas harus segerwaras
1. Mata Pelajaran Sungai Brantas
Sungai Brantas harus diajarkan di sekolah-sekolah menjadi mata pelajaran, di pondok-pondok pesantren, di madrasah, di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan di DAS Brantas. Sungai Brantas harus menjadi sumber pembelajaran bagi Generasi Muda.  Secara tidak sadar Sungai selalu dikabarkan sebagai pembawa bencana seperti banjir bandang karena sungai tidak mampu menampung debit air dimusim hujan https://beritajatim.com/peristiwa/banjir-bandang-terjang-dua-desa-di-kabupaten-malang/, Banjir menenggelamkan rumah dan membawa korban jiwa, ikan mati di sungai mengapung ribuan orang berpesta menangkap ikan mabuk, limbah industri https://www.mongabay.co.id/2013/11/15/kematian-ribuan-ikan-sungai-surabaya-akibat-limbah-kembali-terjadi/.
Sungai telah di kabarkan sebagai pembawa bencana, sehingga dibutuhkan narasi kepada manusia di Jawa Timur dan khususnya penghuni Brantas bahwa sungai adalah sumber kehidupan. manusia tidak akan mau memikirkan sungai karena sejak kecil manusia tidak mendapatkan pelajaran tentang sungai, kita baru kenal dengan sungai saat kita membaca atau mendengar berita tentang banjir bandang, pencemaran air sungai atau pembuangan Lumpur lapindo ke kali Porong  sehingga sering kita terlambat untuk mengetahui akibat buruk kegiatan kita pada sungai atau kita sudah  memakluminya.  Untuk mengubah narasi maka dibutuhkan sebuah sebuah materi ajar, sistem pembelajaran atau spesifiknya dibutuhkan mata pelajaran tentang sungai Brantas, dimana manusia bisa belajar dan mengetahui bagaimana sistem sungai bekerja, apa saja yang menghidupkan dan mematikan sungai.  Kita tidak perlu khawatir kalo materi sungai sangat terbatas sebab apabila kita bicara sungai akan sangat terkait dengan air didalamnya tidak bisa tidak kita akan membahas masalah siklus air, bagaimana hutan bekerja menjaga keberlansungan air, pengolahan sampah dibutuhkan agar sampah tidak mengapung di sungai, perilaku green life style masyarakat urban menjadi bagian dari mata pelajaran sungai karena tingginya konsumsi masyarakat urban berkorelasi dengan laju kerusakan hutan di hulu.
Ribuan orang mati akibat Minamata disease di Kota Minamata Propinsi Kumamoto telah membuka mata Pemerintah Jepang (meski membutuhkan puluhan tahun pembuktian) untuk melakukan diet Polusi dengan mengeluarkan regulasi pengketatan pembuangan limbah cair ke sungai, kegiatan ini diikuti dengan rehabilitasi kualitas air di sungai-sungai penting, dalam waktu 20 tahun beberapa sungai sudah pulih kembali dan mendukung kehidupan manusia seperti perikanan dan bahan baku air minum. Dibalik itu ternyata pemerintah juga menerapkan pelajaran tentang Polusi di Sekolah-sekolah Dasar dan Menengah, tujuannya untuk mengenalkan lebih dini tentang masalah lingkungan dan pencemaran akibat aktivitas manusia.  Sebagai sebuah bangsa yang ingin mandiri dan sadar betul akan potensi sumberdaya alamnya maka memberi pelajaran tentang sungai pada anak-anak bangsa adalah sebuah keharusan. Mata Pelajaran tentang Sungai adalah bidang studi  yang mengenalkan pada anak didik potensi sungai dan pengelolaan yang baik agar sungai dapat memberikan kemaslahatan pada umat manusia. Saat ini sudah ada gerakan Sekolah Sungai yang di inisiasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),https://www.mongabay.co.id/2017/08/29/sekolah-tangguh-bencana-ala-bnpb-seperti-apa/ sekolah ini digagas sebagai bentuk pengurangan resiko bencana berbasis ekosistem, Tujuannya, mengurangi risiko bencana hidrometeorologi yang sering terjadi. Data BNPB, 2002-2016, bencana hidrometrologi terus meningkat seiring perubahan iklim global. Peningkatan terjadi akibat besarnya pengaruh aktivitas manusia (anthropogenic) dalam bencana-bencana itu. Didalam sekolah sungai peserta dibekali dengan beragam informasi dan pengetahuan tentang sungai dan partisipasi konservasi sungai.
Dalam mata pelajaran Sungai ada tambahan partisipasi peserta didik yaitu berupa upaya untuk melakukan pengaduan atau upaya gugatan. Selama ini kegiatan konservasi selalu diidentikkan dengan kegiatan penanaman pohon, gerakan bersih-bersih sungai dan kampanye tidak mencemari sungai, namun sering kali kita melihat langsung dan tidak melakukan protes kepada para pelaku pencemaran, pelaku penebangan pohon, pelaku alihfungsi lahan bantaran, pelaku pembuang sampah dan perilaku negara yang mengabaikan kerusakan sungai. Padahal dalam aturan hukumnya warga negara bisa melakukan pengaduan pencemaran sungai, pelaporan dan menggugat pelaku pencemaran. Dalam mata pelajaran Sungai peserta akan mendapatkan Pengetahuan tentang kebijakan pengelolaan sungai, Ketrampilan melakukan pemantuan kualitas sungai, dan sikap pembelaan terhadap sungai dengan melakukan advokasi litigasi dan non litigasi.


2. Konsorsium Penjaga Sungai Brantas
DAS Brantas merupakan sungai strategis nasional namun demikian penanganan pencemaran yang menimbulkan penurunan kualitas air dan kematian ikan tidak pernah Tuntas! setiap tahun selalu saja ada peristiwa ikan mati massal akibat buangan limbah cair industri di Sepanjang sungai Brantas
maka dituntut Rasa Rumongso Melu Handarbeni (Sungai Brantas sebagai milik bersama sebagai tempat memperoleh sumber kehidupan)  lan Melu Hangrungkepi (Pemerintah bersama rakyat bersama-sama berkewajiban mempertahankan Keberlanjutan fungsi Ekosistem Sungai Brantas) pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air harus menjadi tanggung Jawab institusi negara:
a. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perannya sangat penting dalam pengendalian pencemaran di DAS Brantas yang telah diatur dalam UUPPL 32/2009 pasal 1 (39) menteri LHK menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
b. Menteri Pekerjaan Umun dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas. PUPR bertanggungjawab atas Sungai Brantas yang berstatus Sungai Strategis Nasional, di Wilayah Sungai Brantas kewenangan ini didelegasikan kepada BBWS Brantas
c. Perum Jasa Tirta I Malang yang merupakan operator yang mengelola Sungai Brantas
d. Gubernur Jawa Timur berperan mengendalikan dan melakukan pengawasan terjadinya pencemaran di Wilayah Jawa Timur, khususnya pengendalian dan pengawasan pencemaran antar kabupaten/kota dalam satu wilayah Propinsi, khususnya DAS Brantas.

e. Pemerintah Daerah di Kota/Kabupaten yang dilalui oleh Sungai Brantas, aliran Sungai Brantas melalui 16 (enam belas) kabupaten/kota : Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik,  Kota Batu, Kota Malang, Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Mojokerto dan  Kota Surabaya. Sumber pencemaran Sungai Brantas berasal dari limbah domestik, limbah pertanian/peternakan dan limbah industri/kegiatan usaha yang berdomisili di 16 Kota/Kabupaten di DAS Brantas,  16 bupati/walikota di Wilayah Sungai Brantas  mengeluarkan ijin pembuangan limbah cair, sehingga 16 bupati/walikota turut melakukan pengawasan dan penegakan hukum bagi aktivitas manusia yang berpotensi mencemari Sungai Brantas.

Jer Basuki Mawa Bea,  Lha iki senengane arek-arek, andus pokoke nek diajak ngomong duit
Menuruti pada umumnya maka setiap hal membutuhkan biaya, maka untuk menggerakkan Konsorsium Penjaga Sungai Brantas dibutuhkan keberfihakan anggaran Pemerintah. 2 Menteri, 1 Direktur BUMN, 1 Gubernur dan 16 walikota/bupati harus berkolaborasi SERIUS mengobati sakitnya Sungai Brantas. 20 orang ini pasti memiliki kuasa anggaran, sehingga apabila mereka serius maka akan ada alokasi anggaran khusus untuk Pengendalian pencemaran. Tidak cukup hanya dengan sentuhan anggaran namun dibutuhkan upaya penegakan hukum pelanggaran peruntukkan Tata Ruang Wilayah Sungai Brantas. Masifnya pencemaran Sungai Brantas karena tidak ada upaya penegakan hukum serius bagi pelanggaran peruntukkan bantaran sungai, ribuan bangunan yang menjadi sumber pencemaran domestik berasal dari pemukiman dan bangunan yang berdiri di Bantaran Sungai Brantas. Pembiaran pencemaran dan seolah Pemerintah membiarkan pelaku usaha "ngece" masyarakat Jatim dengan bebas membuang limbahnya tanpa diolah dengan serius.

Bercermin Pada Citarum Harum
Pemerintah Pusat frustasi dengan amburadulnya kewenangan pengendalian pencemaran Sungai Citarum, puncaknya Indonesia dipermalukan karena Sungai Citarum masuk dalam kategori Sungai paling tercemar di Dunia. Tak pelak Pemerintah Pusat menggelontorkan lebih dari Rp 602 Miliar untuk program Citarum Harum dengan payung Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum. Selanjutnya Gubernur Jawa Barat membuat 12 rencana aksi yang dikerjakan periode 2019 – 2025, termasuk menangani persoalan lingkungan di Sungai Citarum. Dana yang dibutuhkan mencapai Rp16.1 triliun, rencana ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 28 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum.
Selain kucuran dana Rp 602 Miliar untuk Satuan Tugas Citarum Harum, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapat tambahan dana pinjaman dari Bank Dunia senilai Rp1.4 triliun untuk penanganan Citarum. Citarum Harum bisa menjadi contoh gagalnya institusi yang "sejatinya" berwenang atas pengelolaan Sungai, dalam Program Citarum Harum Militer memegang kendali pemulihan pencemaran di Citarum. Meskipun Kondisi Sungai Brantas saat ini sedang sakit namun  tidak seburuk Citarum. Maka  20 Pemimpin yang berwenang atas Sungai Brantas harus bersegera untuk melakukan eksekusi, kerja! Kerja! Kerja! Pulihkan Sungai Brantas, semakin lama kita biarkan Sungai Brantas dalam kesakitannya  maka semakin kronis sakit yang dia derita dan akan semakin mahal biaya penyembuhannya.



3. Insentif bagi masyarakat Hulu
Adanya regulasi yang mengatur kerjasama pengelolaan kawasan Catchmenth area di Kawasan Hulu DAS Brantas yang meliputi Kota Batu, Kabupaten Malang, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Tulungagung dengan Kawasan Hilir Brantas yang selama ini memanfaatkan air Kali Brantas sebagai bahan baku air minum seperti Kota Surabaya, Gresik dan Sidoarjo. Regulasi ini dapat juga mendesak sector privat/industri untuk menyalurkan CSR (Corporate Social Resposibility) untuk dana pemulihan hutan dan pengelolaan kawasan lindung. UU yang mengatur sewa hutan lindung sehingga memberikankesempatan masyarakat/institusi untuk menyewa dapat menjadi ruang bagi masyarakat di hilir untuk mendapatkan konsensi pengelolaan hutan di kawasan hulu. Sejak tahun 2009 Ecoton bekerjasama dengan komunitas  di Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang melakukan upaya penyelamatan mata air, Wonosalam adalah wilayah di Kaki gunung Anjasmoro yang menjadi zona penyangga Taman Hutan Raya R Suryo, daerah tutupan vegetasinya mencapai 75% sehingga menjadi salah satu "celengan air" bagi DAS Brantas, http://semutnusa.com/2017/08/24/merawat-peradaban-dengan-menjaga-mata-air-brantas/ https://www.mongabay.co.id/2015/04/30/belajar-konservasi-hutan-dan-mata-air-di-wonosalam/.
https://www.youtube.com/watch?v=NVcu384FtQo
https://www.youtube.com/watch?v=S67bwIGyf1c
Ecoton mencoba untuk mendorong lahirnya apresiasi masyarakat di Hilir DAS Brantas kepada masyarakat di Hulu DAS Brantas. "Air mengalir dari hulu ke hilir, uang mengalir dari hilir ke hulu" salah satunya adalah dengan mengembankan ekowisata di kawasan hulu Brantas.

4. Biotilik - Pemantauan Sungai Partisipatif dengan Indikator Biologi
Memasukkan parameter biologis dengan menggunakan makroinvertebrata benthos sebagai salah satu parameter kunci pemantauan kualitas air di Jawa Timur. Selama ini pemantauan kualitas air hanya dominasi kalangan perguruan tinggi dan Instansi Pemerintah pengelolah Lingkungan, karena parameter kunci pemantauan kualitas air seperti DO, BOD, COD dan TSS harus diukur menggunakan alat tertentu yang MAHAL, TERBATAS PEMILIK dan JUMLAHNYA sehingga tidak memungkinkan masyarakat untuk ikut serta melakukan pemantauan. Ecoton mengenalkan Biotilik (Biota Tidak bertulang Belakang Indikator Kualitas Sungai) atau Biota yang bisa digunakan untuk "tilik" bahasa Jawa yang berarti memonitoring atau memantau  https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/view/15135/12866 makroinvertebrata benthos telah dipakai sebagai parameter pemantauan kualitas air karena mempertimbangkan aspek validitas, akurasi, murah dan dapat dilakukan oleh banyak orang (yang telah dilatih). Pencemaran sungai yang terjadi di Indonesia dan Jawa Timur khususnya disebabkan oleh lemahnya system pemantauan kualitas air, Pemerinta cenderung terlambat dalam mengantisipati terjadinya dampak pencemaran, ikan mati massal misalnya yang rutin terjadi setiap tahun tanpa adanya solusi. Sistem Pemantauan kualitas air hanya dilakukan oleh sedikit orang dan frekuensi waktu yang jarang. Dengan menggunakan Biotilik sebagai salah satu indicator maka pengawasan kesehatan sungai dapat dilakukan banyak komunitas/orang sehingga mitigasi dampak pencemaran dapat sedini mungkin direncanakan. https://www.mongabay.co.id/2013/05/18/biotilik-memantau-kesehatan-sungai-lewat-cara-sederhana-namun-efektif/

Tulisan ini diadopsi dan telah dipermak dari  : ttps://prigibening.wordpress.com/2009/10/11/4-gagasan-untuk-brantas/ yang dipublish pada Oktober 11, 2009,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Populer