Senin, 02 November 2020
PEMERINTAH KEWALAHAN TANGANI SAMPAH, SAATNYA KURANGI KONSUMSI PLASTIK
Lokasi TPS 3R mulyoagung kecamatan Dau Malang yang menampung 13000 KK dengan 8 armada mereka mengangkut sampah di beberapa desa di kecamatan Dau Malang, aktivitas TPST 3R Mulyoagung mengurangi timbulan sampah yang selama ini dibuang di bantaran Kali Brantas
Sampah plastik tak Terurus, pencemaran plastik semakin meningkat di perairan dan lingkungan faktor utama penyebabnya karena pengelolaan sampah tidak menjadi prioritas anggaran pengelolaan sampah rata-rata kurang dari 0,5% APBD kabupaten/kota.
"layanan sampah yang mampu disediakan pemerintah hanya menjangkau 30% penduduk, 70% sisanya tidak terurus dengan baik dan berakhir dengan dibakar, ditimbun dalam tanah berserakan di sungai, pantai dan kawasan hutan" Ungkap Daru Setyorini anggota Aliansi Zerowaste Indonesia (AZWI), lebih lanjut Daru Sertyotini menyatakan untuk menuju Desa/kelurahan bebas sampah zero waste cities, perlu didukung penyediaan sarana TPS3R di tiap desa/kelurahan dan peraturan pemerintah untuk melarang penggunaan plastik sekali pakai yg tidak bisa didaur ulang seperti sachet, styrofoam, kresek dan sedotan. Faktanya dibanyak wilayah padat penduduk yang lokasinya jauh dari pusat pemerintahan kota/kabupaten jamak ditemukan onggokan sampah dipinggir jalan raya, menumpuk didasar sungai pada saat musim kemarau dan tersapu oleh air banjir saat musim penghujan. Bahkan sungai-sungai di Pulai Jawa dipenuhi oleh sampah yang dibuang oleh penduduk karena alasan tidak tersedia sarana pembuangan sampah.
Selain minimnya sarana penunjang pengelolaan sampah saat ini banyak dijumpai jenis sampah yang tidak bisa didaurulang sehingga tidak memiliki nilai ekonomis yang ujungnya konsumen membuangnya atau bahkan yang lebih memprihatinkan sampah yang tak bisa didaurulang ini dibakar. "Sachet adalah salah satu contoh jenis sampah yang tidak bisa di daur ulang sehingga pengepul sampah tidak menerima jenis sampah ini," papar Daru Setyorini lebih lanjut manager riset Lembaga Kajian Ekologi dan konservasi Lahan Basah (Ecoton) menyatakan Perusahaan produsen yang menghasilkan sampah yang tidak bisa didaur ulang harus bertanggung jawab dalam pengumpulan dan pengolahan sampah produknya selain itu juga dibutuhkan edukasi masyarakat perlu dilakukan secara masif utk mengajak masyarakan mengurangi pemakaian plastik sekali pakai dan memilah sampah sejak dari rumah.
Down Cycle bukan Recycle
Penanganan sampah butuh solusi radikal untuk mengurangi timbulan sampah, khususnya sampah residu yang tidak dapat dikomposkan atau didaur ulang, Serta penyediaan sarana dan anggaran yg cukup untk operasional pengelolaan sampah.
Daur ulang bukan solusi yang utama, karena sampah yang dapat didaurulang hanya 10%-20% saja dari total produksi sampah rumah tangga. Yang perlu diprioritaskan adalah pengolahan sampah organik dan sampah residu yg tidak bisa didaur ulang dan mencemari lingkungan kita.
Daur ulang tidak signifikan mengurangi volume timbulan sampah karena produk daur ulang tidak diminati pasar. Pelet plastik virgin atau baru harganya lebih murah dari pelet daur ulang sehingga pelet hasil daur ulang tidak laku di pasaran. Akibatnya banyak usaha daur ulang pelet plastik gulung tikar. sampah plastik layak daur ulang akhirnya dibuang ke TPA.
Selama ini daur ulang dianggap sebagai solusi utama untuk pengurangan sampah karena plastik sampah yang dihasilkan akan direcycle atau diproses daur ulang menjadi produk yang sama, semisal botol plastik air minum sekali pakai yang didaurulang menghasilkan botol plastik air minum sekali pakai, padahal hal ini belum pernah ada, karena yang selama ini yang dipraktekkan adalah botol plastik sekali pakai yang diproses ulang tidak dijadikan botol plastik lagi namun dijadikan ember atau packaging plastik yang harga ekonomisnya lebih rendah atau istilahnya downcycle
sehingga semakin banyak sampah botol plastik air minum dalam kemasan kita hasilkan maka akan semakin banyak kebutuhan botol plastik air minum yang diproduksi.
Proses pengomposan dilakukan di TPST 3R Wringinanom, sampah organik yang bisa dikomposkan volumenya mencapai 70% dari produksi sampah setiap rumah tangga, di TPST sampah organik ini dikomposkan dan dijual dengan harga Rp 1000/Kg
Reduce atau kurangi produksi Sampah
Maka yang paling masuk akal utk dilakukan adalah mendorong investasi pengembangan produk alternatif pengganti plastik dan membangun sistem distribusi produk isi ulang, dan kemasan yg dipakai ulang. Optimalisasi operasional TPS3R dan gaya hidup minim sampah plastik adalah solusi yang kita butuhkan.
Setiap individu bisa berperan dalam upaya pengurangan timbulan sampah. 0,75 Kg sampah yang dihasilkan oleh setiap orang 60%-70% adalah sampah yang bisa di komposkan sehingga apabila kita mau mulai memilah sampah dari rumah dan memproduksi kompos dirumah masing-masing makan beban TPA dan beban pengolahan sampah pada tingkat desa akan berkurang sangat signifikan. Mengurangi konsumsi atau pemakaian plastik sekali pakai adalah cara selanjutnya agar volume sampah kita berkurang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Populer
-
river expedition team exploring the steep hills of South Aceh, July 2022 Riding a 2018 Honda CRF 150 cc Trail Motorcycle, Prigi Arisandi and...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar